Sabtu, 29 Oktober 2016

Berbagai Koleksi Benda Pers Ada di Monumen Pers Nasional


Weekend! Semangat nge-blog meski tanggal tua :D

Dalam rangka memaksimalkan cuti kerja yang diambil hari Kamis tanggal 13 Oktober 2016, saya main-main sebentar ke Solo. Salah satu tujuan yang ingin saya kunjungi adalah Monumen Pers Nasional. Sebelumnya, di hari Minggu bulan Februari 2016 saya pernah satu kali ke tempat ini, cerita selengkapnya bisa dibaca di link ini. Tetapi waktu itu ada satu ruangan di  Monumen Pers Nasional yang belum terjamah karena tutup.


Alhasil, di hari Kamis, 13 Oktober 2016 kembalilah saya mengunjungi Monumen Pers Nasional yang (masih) beralamat di Jl. Gajah Mada No. 59 Surakarta, Jawa Tengah. Setelah memarkirkan sepeda motor, saya diminta security untuk menulis buku tamu.

Tujuan saya belum berubah yaitu melihat-lihat sebuah ruangan yang ada di lantai 1, samping gedung induk. Hanya ada 1 ruangan saja. Di ruangan tersebut, pengunjung dapat melihat berbagai koleksi benda pers dari berbagai era / jaman, berbagai daerah dan beberapa tokoh pers Indonesia.

Benda pers yang tersaji merupakan hasil kegiatan survey / pemetaan Benda Pers yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2011. Sebagian besar benda-benda tersebut berada di dalam etalase tertutup. Berikut koleksi-koleksi yang ada di Ruang Koleksi Benda Pers.

·         Pemancar “Radio Kambing”
Letaknya berada tepat di tengah ruangan. Meski secara fisik bentuknya sudah tidak mulus lagi, namun pemancar ini telah berjasa besar. Dijuluki “Radio Kambing” karena pernah disembunyikan oleh para pejuang RRI dan TNI di dalam kandang kambing untuk mengelabuhi tentara Belanda di Desa Balong, lereng Gunung Lawu pada saat Clash II tahun 1948 – 1949. Pemancar ini diungsikan karena Studio RRI Solo diserang oleh tentara Belanda. Sebagian masyarakat menyebut pemancar ini Pemancar Radio “RRI Kambing” namun sebagian lainnya memberi nama “Kyai balong”.


Pemancar ini diduga merupakan pemancar yang sama yang pernah digunakan oelh SRV (Solosche Radio Vereneeging) untuk menyiarkan secara langsung musik gamelan dari Solo – Belanda untuk mengiringi Gusti Nurul (Puteri Mangkunegara VII) membawakan tari Bedhaya Srimpi saat resepsi pernikahan Ratu Yuliana dan Pangeran Bernhard di Istana Noordeinde, Den Haag tahun 1937. Dan inilah siaran langsung terjauh yang pernah dilakukan dalam sejarah penyiaran di tanah air.

·         Mesin ketik kuno
Beberapa mesin ketik kuno tahun 1920-an buatan dari berbagai negara seperti Jerman, Amerika, Italia tersaji secara rapi di sini.


Salah satu koleksinya yaitu Mesin Ketik Hetami. Tokoh pers ini nama aslinya adalah Makmun. Mulanya ia bekerja di Harian Sinar Baru, koran yang dikontrol Jepang, di bawah Parada Harahap. Setelah Jepang kalah, Hetami dan Soetojo dari golongan pemuda mengambil alih Sinar Baru dan menerbitkan Warta Indonesia pada 28 September 1945, harian Republiken pertama di Semarang. Sejak 11 Februari 1950 Hetami mulai menerbitkan Suara Merdeka.


·         Kamera dan Handycam
Salah satunya yaitu kamera milik H. Sumartoyo (alm), seorang wartawan senior  Suara Merdeka. Dengan kamera merk Yashica ini ia memotret peristiwa peresmian Monumen Pers Nasional.


Koleksi lainnya yaitu handycam milik tokoh pers Palembang, Ismail Djalili. Beliau memulai kariernya sebagai jurnalis di Palembang dan menjadi salah satu wartawan senior di Indonesia yang menerima Kartu Pers Nomor Satu dari PWI Pusat.


·         Microfilm
Di sebelah kanan pintu masuk terdapat beberapa benda elektronik yang sangat asing bagi saya. Setelah saya membaca buku panduan pengunjung Monumen Pers Nasional, barulah saya tahu namanya adalah microfilm.


Dulu digunakan untuk mendigitalisasikan surat kabar atau majalah. Namun semakin majunya ternologi, perangkat ini tergantikan oleh teknologi yang lbih maju seperti scanner. Microfilm ini merupakan pemberian Wakil Presiden Adam Malik sekitar tahun 1980-an.

·         Benda-benda dari tokoh pers Indonesia
Peralatan terjun payung wartawan TVRI Trisno Yuwono

Baju wartawan perang Hendro Subroto

Piagam penghargaan K. Nadha

Piagam penghargaan Mochtar Lubis


·         AKM Koran Jakarta
Mesin penjualan Koran Jakarta ini merupakan alat yang diadaptasi dari mesin Anjungan Tunak Mandiri / ATM, dimana konsumen dapat membeli Koran secara mandiri (tanpa melalui penjual Koran) dengan cara mudah, yaitu hanya dengan emmasukkan uang dengan nominal tertentu maka koran sudah bisa didapatkan. Koran Jakarta merupakan Koran pertama di Indonesia yang menggunakan Vending Machine.


·         Koleksi etnografi daerah Maluku
Merupakan benda-benda atau hasil budaya dari daerah Maluku. Salah satu yang tersaji di Monumen Pers Nasional adalah tifa dan tahore.

atas: tifa | bawah : tahore

Tifa merupakan alat komunikasi daerah Ambon yang terbuat dari batang kayu aren yang dilobangi atau dibuat silindris dan kemudian bagian atasnya ditutup dengan kulit hewan sapi atau rusa. Digunakan oleh masyarakat Ambon yang berada di daerah pegunungan.
Sedangkan tahore digunakan sebagai alat komunikasi masyarakat Ambon di daerah pesisir. Terbuat dari kerang laut jenis xyrink aruanus yang diberi satu lubang agar dapat menghasilkan nada tertentu.

·         Benda-benda lain
Portable mixer

Telepon antar stasiun


·         Barang hibah
Beberapa radio lama di Monumen Pers Nasional adalah hibah dari Mohammad Lukminto, President Commissioner PT. Sritex Sukoharjo. Beliau adalah kolektor barang-barang antik, terutama radio.



Jika berbicara mengenai pers, tentu akan berhubungan dengan surat kabar. Adapun ruangan-ruangan lain seperti:
-          Ruang E-Paper yang mempunyai koleksi surat kabar terdigitalisasi dan e-paper surat kabar baru. Pengunjung bisa mencetak materi yang dibutuhkan dengan bantuan petugas sesuai ketentuan yang berlaku.
-          Ruang Baca Media Cetak yang menyimpan jutaan eksemplar bukti terbit media cetak dari seluruh Indonesia yang terbit sebelum kemerdekaan sampai sekarang. Pengunjung dapat membaca berbagai koleksi media cetak yang terbaru maupun yang belum terdigitalisasi.
Sayangnya saya tidak mampir ke ruangan-ruangan yang saya sebutkan ini :D

Ruangan-ruangan di Monumen Pers Nasional ini bersih dan nyaman, jauh dari kata remang-remang seperti museum-museum di Indonesia pada umumnya. Jadi kalau jalan-jalan ke Solo nggak ada salahnya mampir ke Monumen Pers Nasional, jangan tahunya cuma Keraton KasunananSurakarta saja. Lagian masuk ke sini GRATIS lho!



NB (berdasarkan pengalaman pribadi):
Untuk masuk ke semua ruangan yang ada, pengunjung bisa datang pada hari kerja Senin – Jumat pukul 08.00 – 16.00.
Khusus Sabtu – Minggu pukul 08.00 – 16.00 hanya perpustakaan saja yang buka.
Hari libur nasional tutup.

1 komentar:

  1. duh berarti harus balik lagi ke solo nih, baru tahu kalo ada museum pers ginian. lumayan lengkap pula

    BalasHapus

Terima kasih dan selamat datang kembali :)