Weekend!
Semangat nge-blog meski tanggal tua :D
Dalam rangka memaksimalkan cuti kerja yang diambil
hari Kamis tanggal 13 Oktober 2016, saya main-main sebentar ke Solo. Salah satu
tujuan yang ingin saya kunjungi adalah Monumen Pers Nasional. Sebelumnya, di
hari Minggu bulan Februari 2016 saya pernah satu kali ke tempat ini, cerita
selengkapnya bisa dibaca di link ini. Tetapi waktu itu ada satu ruangan di Monumen Pers Nasional yang belum terjamah
karena tutup.
Alhasil, di hari Kamis, 13 Oktober 2016 kembalilah saya
mengunjungi Monumen Pers Nasional yang (masih) beralamat di Jl. Gajah Mada No.
59 Surakarta, Jawa Tengah. Setelah memarkirkan sepeda motor, saya diminta security untuk menulis buku tamu.
Tujuan saya belum berubah yaitu melihat-lihat
sebuah ruangan yang ada di lantai 1, samping gedung induk. Hanya ada 1 ruangan
saja. Di ruangan tersebut, pengunjung dapat melihat berbagai koleksi benda pers
dari berbagai era / jaman, berbagai daerah dan beberapa tokoh pers Indonesia.
Benda pers yang tersaji merupakan hasil kegiatan
survey / pemetaan Benda Pers yang sudah dilaksanakan sejak tahun 2011. Sebagian
besar benda-benda tersebut berada di dalam etalase tertutup. Berikut koleksi-koleksi
yang ada di Ruang Koleksi Benda Pers.
·
Pemancar “Radio Kambing”
Letaknya berada tepat di tengah ruangan.
Meski secara fisik bentuknya sudah tidak mulus lagi, namun pemancar ini telah
berjasa besar. Dijuluki “Radio Kambing” karena pernah disembunyikan oleh para pejuang
RRI dan TNI di dalam kandang kambing untuk mengelabuhi tentara Belanda di Desa
Balong, lereng Gunung Lawu pada saat Clash II tahun 1948 – 1949. Pemancar ini
diungsikan karena Studio RRI Solo diserang oleh tentara Belanda. Sebagian masyarakat
menyebut pemancar ini Pemancar Radio “RRI Kambing” namun sebagian lainnya memberi
nama “Kyai balong”.
Pemancar ini diduga merupakan pemancar
yang sama yang pernah digunakan oelh SRV (Solosche Radio Vereneeging) untuk
menyiarkan secara langsung musik gamelan dari Solo – Belanda untuk mengiringi Gusti
Nurul (Puteri Mangkunegara VII) membawakan tari Bedhaya Srimpi saat resepsi
pernikahan Ratu Yuliana dan Pangeran Bernhard di Istana Noordeinde, Den Haag
tahun 1937. Dan inilah siaran langsung terjauh yang pernah dilakukan dalam
sejarah penyiaran di tanah air.
·
Mesin ketik kuno
Beberapa mesin ketik kuno tahun 1920-an
buatan dari berbagai negara seperti Jerman, Amerika, Italia tersaji secara rapi
di sini.
Salah satu koleksinya yaitu Mesin Ketik
Hetami. Tokoh pers ini nama aslinya adalah Makmun. Mulanya ia bekerja di Harian
Sinar Baru, koran yang dikontrol Jepang, di bawah Parada Harahap. Setelah
Jepang kalah, Hetami dan Soetojo dari golongan pemuda mengambil alih Sinar Baru
dan menerbitkan Warta Indonesia pada 28 September 1945, harian Republiken pertama
di Semarang. Sejak 11 Februari 1950 Hetami mulai menerbitkan Suara Merdeka.
·
Kamera dan Handycam
Salah satunya yaitu kamera milik H.
Sumartoyo (alm), seorang wartawan senior Suara Merdeka. Dengan kamera merk Yashica ini
ia memotret peristiwa peresmian Monumen Pers Nasional.
Koleksi lainnya yaitu handycam milik
tokoh pers Palembang, Ismail Djalili. Beliau memulai kariernya sebagai jurnalis
di Palembang dan menjadi salah satu wartawan senior di Indonesia yang menerima Kartu
Pers Nomor Satu dari PWI Pusat.
·
Microfilm
Di sebelah kanan pintu masuk terdapat
beberapa benda elektronik yang sangat asing bagi saya. Setelah saya membaca buku
panduan pengunjung Monumen Pers Nasional, barulah saya tahu namanya adalah
microfilm.
Dulu digunakan untuk mendigitalisasikan
surat kabar atau majalah. Namun semakin majunya ternologi, perangkat ini
tergantikan oleh teknologi yang lbih maju seperti scanner. Microfilm ini
merupakan pemberian Wakil Presiden Adam Malik sekitar tahun 1980-an.
·
Benda-benda dari tokoh pers Indonesia
Peralatan terjun payung wartawan TVRI Trisno
Yuwono
Baju wartawan perang Hendro Subroto
Piagam penghargaan K. Nadha
Piagam penghargaan Mochtar Lubis
·
AKM Koran Jakarta
Mesin penjualan Koran Jakarta ini
merupakan alat yang diadaptasi dari mesin Anjungan Tunak Mandiri / ATM, dimana
konsumen dapat membeli Koran secara mandiri (tanpa melalui penjual Koran)
dengan cara mudah, yaitu hanya dengan emmasukkan uang dengan nominal tertentu
maka koran sudah bisa didapatkan. Koran Jakarta merupakan Koran pertama di Indonesia
yang menggunakan Vending Machine.
·
Koleksi etnografi daerah Maluku
Merupakan benda-benda atau hasil budaya
dari daerah Maluku. Salah satu yang tersaji di Monumen Pers Nasional adalah
tifa dan tahore.
atas: tifa | bawah : tahore |
Tifa merupakan alat komunikasi daerah
Ambon yang terbuat dari batang kayu aren yang dilobangi atau dibuat silindris
dan kemudian bagian atasnya ditutup dengan kulit hewan sapi atau rusa.
Digunakan oleh masyarakat Ambon yang berada di daerah pegunungan.
Sedangkan tahore digunakan sebagai alat
komunikasi masyarakat Ambon di daerah pesisir. Terbuat dari kerang laut jenis xyrink aruanus yang diberi satu lubang
agar dapat menghasilkan nada tertentu.
·
Benda-benda lain
Portable mixer
Telepon antar stasiun
·
Barang hibah
Beberapa radio lama di Monumen Pers
Nasional adalah hibah dari Mohammad Lukminto, President Commissioner PT. Sritex
Sukoharjo. Beliau adalah kolektor barang-barang antik, terutama radio.
Jika berbicara mengenai pers, tentu akan
berhubungan dengan surat kabar. Adapun ruangan-ruangan lain seperti:
-
Ruang E-Paper yang mempunyai koleksi surat
kabar terdigitalisasi dan e-paper surat kabar baru. Pengunjung bisa mencetak materi
yang dibutuhkan dengan bantuan petugas sesuai ketentuan yang berlaku.
-
Ruang Baca Media Cetak yang menyimpan jutaan
eksemplar bukti terbit media cetak dari seluruh Indonesia yang terbit sebelum
kemerdekaan sampai sekarang. Pengunjung dapat membaca berbagai koleksi media
cetak yang terbaru maupun yang belum terdigitalisasi.
Sayangnya saya tidak mampir ke
ruangan-ruangan yang saya sebutkan ini :D
Ruangan-ruangan di Monumen Pers Nasional ini
bersih dan nyaman, jauh dari kata remang-remang seperti museum-museum di
Indonesia pada umumnya. Jadi kalau jalan-jalan ke Solo nggak ada salahnya
mampir ke Monumen Pers Nasional, jangan tahunya cuma Keraton KasunananSurakarta saja. Lagian masuk ke sini GRATIS lho!
NB (berdasarkan pengalaman pribadi):
Untuk masuk ke semua ruangan yang ada, pengunjung
bisa datang pada hari kerja Senin – Jumat pukul 08.00 – 16.00.
Khusus Sabtu – Minggu pukul 08.00 – 16.00 hanya
perpustakaan saja yang buka.
Hari libur nasional tutup.
duh berarti harus balik lagi ke solo nih, baru tahu kalo ada museum pers ginian. lumayan lengkap pula
BalasHapus