Bandara Soekarno-Hatta,
Juli 2010 menjadi gerbang saksi mata perjalananku menuju Pulau Kalimantan,
pulau terbesar ketiga di dunia setelah Irian dan Greenland. Dari ketinggian
lebih dari 30.000 kaki di atas permukaan air laut nampak petak-petak sawah yang
hijau nan asri. Liku bukit yang tergambar jelas keindahannya ciptaan Yang Maha
Kuasa. Lautan luas seolah mempertontonkan ombak yang berkejar-kejaran. Layak
jika Nusantara mendapat sebutan Zamrud Khatulistiwa. Semakin dekat, semakin
nyata kumpulan kapas yang beterbangan di angkasa luas. Bukan, itu bukan kapas
melainkan Cirrus, Stratus, Cumolonimbus
bahkan nama lain dari awan-awan yang mengelilingi pesawat Boeing 737-900ER.
Mendarat dengan sempurna pada
landasan udara Syamsudin Noor di Banjarbaru yang terletak sekitar 25 km dari
pusat kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Bandar udara yang unik, dimana untuk
menuju pintu kedatangan, diharuskan menaiki bus khusus bandara. Oh ya,
perbedaan waktu antara Jawa dan Kalimantan Selatan terpaut 1 jam.
Perjalanan masih
dilanjutkan sekitar 8 jam menuju Kota Baru, sebuah kota di Kalimantan Selatan
yang dikenal dengan pulau laut. Kala itu senja telah menggantung di langit menggantikan
terang mentari. Gelapnya malam di Borneo semakin mencekam, sambil menunggu
travel yang akan mengantarkan rombongan menuju Kotabaru. Tengah malam, laju minibus
dengan belasan penumpang inipun semakin berkejar-kejaran dengan waktu. Dibalik
jendela, kutengok kanan dan kiri nampak menyeramkan. “Namanya saja hutan
belantara.” Batinku dalam hati. Gelap gulita dengan penerangan hanya melalui
lampu sorot mobil. Sesekali nampak rumah-rumah panggung yang berada di tepi
jalan.
Esok pun menjelang. Fajar
perlahan menyingsing menampakkan keindahan tatkala minibus yang kami tumpangi
akan menyeberangi sungai dengan menggunakan kapal feri. Kontras dengan warna
air yang membiru di ujung cakrawala. Seakan hati tak henti-hentinya mengucap
syukur kepada Sang Pencipta yang telah menciptakan keindahan alam di bumi
Indonesia khususnya Kalimantan yang jarang terjamah dibandingkan Pulau Jawa.
Kali ini, kami sudah sampai di Batulicin.
Kotabaru gunungnya Bamega. Mengunjungi
Kotabaru tak lengkap tanpa melihat pemandangan dari taman Siring. Sebuah
pedestrian yang tak jauh dari pelabuhan, dimana terdapat patung ikan besar. Tempat
ini sekedar untuk jalan-jalan orang-orang Kotabaru pada umumnya. Sempat aku
beserta rekan-rekan menginjakkan kaki di tempat wisata pantai Sarang Tiung.
Hampir mirip dengan pantai yang berada di Gunung Kidul - Yogyakarta dengan
pasir putihnya. 2 ciptaan Tuhan yang berbeda, namun berdampingan satu sama
lain. Pegunungan dan pantai.
Siring - Kotabaru |
Pantai Sarang Tiung | Maaf yee jelek, cuma pake HP :( |
Tak hanya itu saja
keistimewaan dari provinsi Kalimantan Selatan. Dengan speedboat aku melanjutkan
perjalanan menuju Senakin, salah satu penghasil batu bara di Indonesia. Jujur,
ini pertama kalinya aku menaiki speedboat yang hanya cukup untuk lima orang
saja. Ya, benar-benar tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan jutaan
ombak yang menerjang. Untungnya, aku tidak merasa takut sedikitpun saat air
laut sesekali memercikkan diri ke tubuh kami.
Setelah perjalanan kurang
lebih satu jam, sampailah di sebuah pelabuhan speedboat milik PT. Arutmin. Dari
kejauhan tampak sebuah benda yang sangat asing terlihat. Sama sekali aku tak pernah
mengenalnya. Setelah diketahui, ternyata rel berjalan tersebut adalah pengangkut
batubara yang memiliki jalur sudah langsung menuju kapal. Sesaat aku sadar,
sambil mengucap lirih “Selamat datang di dunia pertambangan”.
Sungguh, Indonesia itu luas
dan kaya akan budaya, keindahan alam, serta bisnis. Tidak hanya Pulau Jawa
saja.
Pertama kali praktik kerja | Masih cupu :D |
Percaya kalau ini aku??? |
Hari terakhir | Miss you all |
Workshop BUMA Senakin 2010 |
wih jalan-jalan ke Banjar !
BalasHapus