22 September 2014
Kuputuskan lagi untuk menulis
tentangmu. Mengenang masa-masa lalu saat bersamamu. Simple. Karena tiba-tiba saja aku memikirkanmu. Ah, lebih tepatnya
aku tak sengaja menyangkutpautkan otak ini untuk memunculkan kembali kenangan
bersamamu. Semakin dalam, semakin larut, semakin aku tak bisa menghindari
segala rasa yang mungkin masih membekas.
Jadi ceritanya malam itu aku ingin
nonton film, sekedar refreshing,
melonggarkan pikiran yang penuh. Kupilihlah film lama Raditya Dika berjudul
kambing jantan. Dalam pikiranku, mungkin ini film bakal bikin aku ketawa
terbahak-bahak. Nyatanya aku salah. Sama sekali salah. Kenapa bisa begitu?
Alasannya cuma satu, tentang LDR (Long
Distance Relationship)
Ngomong-ngomong soal LDR, aku jadi
keingetan sama kamu. Entahlah. Aku pun tak tahu pasti bagaimana cara kerja otak
menarikmu dari masa lalu untuk disajikan saat itu juga. Yang jelas, ketika
pertama kali terlintas kata LDR adalah kamu. Ya, kamu yang itu.
Kamu yang pernah menjungkir-balikkan
duniaku. Membuat berwarna, mendung, bahkan hujan badai sekalipun. Singkat memang
waktu yang kita punya untuk (pernah) bersama. Tapi dari itu semua, aku sadar
bahwa jarak tidak selamanya menjadi penghalang hubungan kita. Ya, kita cuma sering
mempermasalahkan hal-hal sepele yang sebenarnya bisa diatasi.
Kamu masih ingat “jarak hanyalah sekedar angka, selama bulan yang kita lihat masih sama,
selama matahari yang menyengat kulit kita masih sama hangatnya, maka pertemuan
kita akan tetap terjadi”. Begitulah konsep awal kita menjalin hubungan. Meruntuhkan
jarak yang begitu angkuh. Mengarungi detik demi detik waktu yang tak pernah
sejalan. Kita bisa melaluinya. Sayangnya, hanya pernah bisa.
Hingga akhirnya kita menjauh satu sama
lain. Kau pergi ke seberang tanpa pernah kembali. Kabarpun tidak datang. Dan aku
berlari menjauh, berlawanan arah denganmu. Tahu kenapa? Aku lelah. Aku tak
sanggup menunggumu lebih lama lagi, menunggumu yang mungkin tak akan pernah
kembali. Angkuh, seperti jarak yang pernah membentang. Egois, seperti waktu
yang selalu berkejaran. Seperti katamu dulu “sekuat
apapun salah satu pihak mempertahankan kalau satunya terus-terusan mencoba lari
juga ga bakal nyatu. Dalam hubungan ga bisa salah satu pihak aja yang
mempertahankan, harus dua-duanya saling berusaha”.
Mungkin kita sudah tidak melihat bulan
yang sama. Mungkin masih sama, tapi beda waktu.
Mungkin dalam waktu yang sama tapi
pasti itu kebetulan.
Kebetulan yang sangat hampir tidak
ada.
Kebetulan yang…
Ah, aku tidak percaya dengan kebetulan.
Suatu saat, aku akan menceritakan
kebetulan-kebetulan ini padamu. Tapi tidak sekarang.
Jadi, intinya sekarang ini aku mau
apa?
Ya nulis. Nulis tentang aku. Nulis tentang
kamu. Nulis tentang kita. Tanpa mengusik kebahagiaan masing-masing tentunya. Semoga,
suatu saat jika kamu menemukan tulisan ini, kau masih ingat padaku.
Lagi-lagi kita memang tidak sedang memandang
hamparan alam yang sama. Kau menengok ke kanan, aku menoleh ke kiri. Tuhan belum
mau mempertemukan kita lagi, tanpa sengaja~
Apa kau pernah sekali saja rindu
padaku? Apa kau pernah ingin menyampaikan perasaan terdalammu seperti yang
sedang aku lakukan saat ini? Rasanya begitu tidak mungkin. Aku tahu, kau tidak
hobi menulis. Apalagi bercerita. Hahaa, kau terlalu payah untuk merangkai
sebuah kalimat. Tapi kau begitu hebat membuatku susah melupakanmu.
Begitu banyak pelajaran berharga yang
tersirat dari setiap kebersamaan denganmu. Darimu aku belajar untuk tidak selalu
mementingkan keegoisanku, untuk meredakan ambisi yang sebenarnya tidak begitu
penting. Aku salah, aku selalu protektif terhadapmu. Aku bilang aku sayang, aku
bilang aku nggak mau kehilanganmu. Tapi tanpa sadar, semua sifat berlebihanku
memaksamu untuk pergi. Meninggalkanku.
Mungkin, seseorang terlihat sangat
berarti jika kita telah kehilangannya. Benar, hampa memang kehilangmu. Mungkin agar
tak kehilangan lagi, aku harus berubah. Aku harus jadi lebih baik. Nggak egois,
nggak meledak-ledak, nggak nyusahin, yang penting nggak over protective dan selalu sabar.
Kau tahu, aku selama ini berusaha
sekuat aku mampu. Berusaha memperbaiki semua kesalahan-kesalahan yang sudah aku
pelajari dari kepergianmu.
Jika aku bisa memutar waktu, atau jika
aku masih ada kesempatan untuk mengulangi masa-masa kebersamaan kita, aku ingin
menjadi orang yang menyenangkan untukmu. Aku ingin menjadi orang yang selalu
dibutuhkanmu. Orang yang selalu kau telfon dengan penuh kasih sayang. Orang yang
pertama kali ingin kau temui di bandara saat kepulanganmu, atau orang terakhir
yang ingin kau pamiti dalam kepergian sementaramu.
Aku rindu segala tentangmu. Aku memang
tak pandai mempertahankanmu yang begitu baik padaku. Aku menyesal. Kenapa tak
sejak lama mengubah kekanak-kanakanku. Kenapa tak sejak lama…
Bandara, saksi bisu air mataku yang
deras saat itu, dan hujan lebat…
Tak salah jika hari itu aku punya feeling yang tak enak dengan pertemuan
kita…
Benar saja, kau pergi. Kau jauh. Kau tak
tergapai. Dan aku menunggu-nunggumu kembali…
Kalau aku sudah bisa memperbaiki diri,
akankah kita berjumpa kembali? Sekali saja. Aku ingin bertemu denganmu. Menatap
lembut wajah penuh senyum yang pernah kukenal, walau sekejap. Mengetahui kau
baik-baik saja,itu sudah cukup. Mungkin hatimu sudah mati rasa terhadapku,
mungkin perasaanmu sudah sama sekali berbeda semenjak kepergianmu. Tapi ijinkan
aku memiliki harapan untuk membuatmu bahagia. Bersamaku atau tanpa aku
sekalipun.
Kalau kamu baca ini, terima kasih
dariku untuk semua yang pernah kamu berikan untukku. Sampai jumpa dengan aku
yang sudah lebih baik, My Sagittarius :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih dan selamat datang kembali :)