Senin, 08 Mei 2017

Mengenal Radja Goela dan Salah Satu Asetnya di Kota Semarang


Sebenarnya agak kurang tepat kalau rute walking tour ini disebut Radja Goela, karena kita hanya diajak mengitari salah satu aset bekas peninggalan Oei Tiong Ham yaitu rumahnya. Namun, jika dilihat dari judulnya saja "Radja Goela" tentunya bikin penasaran dong. Saya akui, saya cukup tertarik untuk mengikuti walking tour dari Bersukariawalk ini pada tanggal 19 Maret 2017. Sebelum mengikuti walking tour ini saya sempat bertanya-tanya siapa sih Oei Tiong Ham ini? Kenapa bisa dijuluki Radja Goela?



Oei Tiong Ham adalah seorang Cina peranakan yang lahir di Semarang pada tahun 1866. Ia adalah putra sulung dari Oei Tjien Sien dan Tjun Bien Nio.

Hari Minggu pagi, kami peserta walking tour dipandu oleh mas Fauzan sebagai story teller, berkumpul di Taman Menteri Supeno / Taman KB. Suasana Minggu pagi di kawasan ini sangat ramai, bertepatan dengan Car Free Day (CFD). Banyak orang yang berolahraga, bersepeda, jalan-jalan, hingga wisata kuliner di sini.


Dari taman Menteri Supeno, kami bergerak menuju Tugu Tunas di Jl. Pahlawan. Dulu bundaran berair mancur ini berisi videotron salah satu operator selular, sempat kosong beberapa waktu dan kini dihias dengan patung berbentuk tunas bambu. Siapa sangka ketika masa pendudukan Belanda, jalan ini pernah bernama Oei Tiong Ham weg?


Jadi makin penasaran kan sama si Oei Tiong Ham ini? Kenapa namanya bisa diabadikan menjadi nama jalan? Menurut mas Fauzan, sepanjang Jl. Pahlawan dari bundaran air mancur hingga perempatan Polda Jateng adalah batas timur kawasan rumah Oei Tiong Ham. Pantas aja kan ya dijadikan nama jalan, wong sepanjang gini masih tetanggaan sama rumahnya.

Bangunan yang kini adalah kantor Gubernur Jawa Tengah, dulu dipercaya sebagai taman yang berada dalam kawasan rumah Oei Tiong Ham. Kantor gubernur ini sendiri pindahan dari kantor lama yang berada di sebelah Kantor Pos Johar (sekarang Gedung Keuangan Negara). Kalau mau tahu lebih lengkapnya bisa ikut walking tour Kota Lama *belum saya posting, nge-draft aja nggak kelar-kelar :D


Sementara bangunan Polda Jateng dulunya adalah kebun binatang milik Oei Tiong Ham. Sebesar apa sih rumahnya sampai punya kebun binatang sendiri. Pasti luas banget ya?


Kalau mau tahu rumah intinya adalah yang sekarang menjadi kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Jl. Kyai Saleh. Sebelumnya sempat menjadi gedung pertemuan yang bisa disewa untuk acara pernikahan. Namun sekarang sejak menjadi kantor, tidak dibuka untuk umum. Bahkan kami saat mau mengambil foto dari halaman depan rumahnya tidak diperkenankan oleh security. Katanya harus ada ijin resmi terlebih dahulu.


Sedikit kecewa karena tak bisa berfoto bersama di depan bekas kediaman Oei Tiong Ham, kami melanjutkan berjalan menyusuri sebuah gang di samping kantor OJK. Tepat di bagian belakang bangunan, kami diberi tahu bahwa dulu tempat itu digunakan untuk menyimpan kuda-kuda milik Oei Tiong Ham.


Setelah mencapai bekas rumah dan sebuah tempat yang dulunya sebagai kandang kuda, sebenarnya hal-hal mengenai Oei Tiong Ham sudah selesai sampai di sini. Makin penasaran dong siapa sih si Oei Tiong Ham ini sampai bisa punya rumah seluas ini dan dijuluki sebagai Radja Goela?

Dalam sebuah buku yang saya baca, sejarah Oei Tiong Ham Concern (mereka menyebutnya begitu) dimulai dari perusahaan intinya yaitu perusahaan dagang Kian Gwan yang didirikan oleh Oei Tjien Sien, ayah Oei Tiong Ham di Semarang pada tanggal 1 Maret 1863.
Oei Tiong Ham pada usianya yang ke-20 tahun sudah sibuk membantu ayahnya dalam meluaskan perdagangan. Oei Tiong Ham menjadi pemilik tak kurang dari 5 pabrik gula sebelum usianya mencapai 30 tahun. Pabrik gula tersebut berada di Ponen, Krebet, Tanggulangin, Pakis, dan Rejoagung. Itulah sebabnya, ia dikenal sebagai "Raja Gula".
Tak heran jika ia menjadi orang terkaya di Asia Tenggara pada masanya karena gula merupakan komoditi mahal pada waktu itu. Selan itu, Oei Tiong Ham juga menjadi pedagang candu yang dijalankan dengan sistem lisensi.

Oei Tiong Ham Concern adalah perusahaan konglomerat pertama dan terbesar milik orang Cina di wilayah Asia Tenggara. Usahanya mulai tumbuh pesat pada tahun 1890-an dan menjadi kelompok perusahaan dengan bermacam-macam usaha pada permulaan 1910-an.

Beberapa perusahaan di bawah Oei Tiong Ham Concern:
·         NV Handel Maatschappij Kian Gwan adalah perusahaan perdagangan gula Internasional.
·         NV Algemeene Maatschappij tot Exploitatie der Oei Tiong Ham Suikerfabrieken adalah perusahaan perseroan pembuat gula yang mengelola 5 perkebunan dan penggilingan tebu di Jawa.
·         NV Bank Vereeniging Oei Tiong Ham yang beroperasi di Semarang dan Surabaya.
·         Perusahaan perkapalan regional NV Heap Eng Moh Steamship Co.
·         Tahun 1918 mendirikan pabrik tepung tapioka di Krebet.
·         Perusahaan pergudangan NV Midden Java Veem yang memiliki cabang di Semarang, Surabaya, Pasuruan, Probolinggo.
·         Perusahaan tanah dan perumahan (Real Estate) Ground & Huizen Bedrijf yang dipegang oleh NV Bouw Maatschappij Randoesari.

Pada masa hidupnya, Oei Tiong Ham memiliki 8 orang istri (yang semuanya orang Cina) dan 26 orang anak (13 laki-laki dan 13 perempuan). Akan tetapi, ia hanya memperkenankan 9 orang anak laki-lakinya yang mengambil bagian dalam perusahaan. Nama-nama istri dan anaknya adalah sebagai berikut:


Nama yang dicetak miring adalah anaknya yang dipercaya meneruskan perusahaan

Oleh karena itu, pada tahun 1921 Oei Tiong Ham pindah ke Singapura untuk menulis surat wasiat yang dapat diakui oleh Undang-undang Inggris. Karena di bawah undang-undang yang berlaku di Hindia Belanda, ia tidak mungkin tidak memberi warisan kepada semua anaknya.

Riwayat Oei Tiong Ham Concern berakhir secara mendadak pada tanggal 10 Juli 1961, kira-kira 2 tahun sebelum perayaan ulang tahun perusaan ke-100. Tahun 1961 beberapa perusahaan disita oleh Pemerintah Indonesia dan diambil alih menjadi Radjawali Musindo.

Itulah sekilas mengenai Oei Tiong Ham dan perusahaannya.
Menariknya dari walking tour ini adalah beberapa selentingan yang tak ada hubungannya dengan Radja Goela. Salah satunya yaitu Hotel Siranda yang (pernah) berdiri angkuh di ujung Jl. Pahlawan dekat tanjakan Jl. Diponegoro.


Bangunan unik lainnya yang bisa dilihat dalam rute ini adalah rumah Abraham Flatterman, yang berdiri di Jl. Kyai Saleh.


Belum puas menyusuri sepanjang Jl. Pahlawan, Jl. Veteran, Jl. Kyai Saleh, hingga masuk perkampungan penduduk, kami diberi rute bonus. Yeeeyy!!
Kami diajak berjalan menyusuri daerah Mugas. Persinggahan pertama adalah sebuah kuburan Cina. Uniknya di sini adalah dalam satu bundaran kuburan, dihuni oleh beberapa jenazah sekaligus. Sementara huruf dalam nisan menggunakan aksara Cina Kuno.


Setelah itu mengintip bagian dalam Stadion Tri Lomba Juang yang dibangun tahun 1900-an untuk menyambut Koloniale Tentoonstelling. Hal ini bertujuan untuk menaikkan pamor Semarang setelah diakui sebagai kotapraja pada tahun 1906. Selain membangun Stadion Tri Lomba Juang sebagai tempat exhibition, juga membangun Stasiun Tawang sebagai sarana transportasi. Info lebih lengkapnya bisa ikut walking tour Spoorweg :D

Sedikit berjalan menanjak untuk mencapai tujuan berikutnya yaitu makam Ki Ageng Pandanaran / Sunan Pandanaran I. Dalam komplek makam tersebut ada sebuah masjid dan menara yang unik.





Sebelum mengakhiri walking tour, sejenak kami memasuki bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya. Gedung ini dibangun tahun 1939 oleh Belanda sebagai Hogere Burger School (HBS). Pada masa pendudukan Jepang, tahun 1942-1945 digunakan untuk sekolah militer. Sempat menjadi rumah sakit juga. Baru pada tahun 1949 namanya berganti menjadi SMA 1.
Setelah puas mengagumi bangunan cagar budaya yang salah satu toilet laki-lakinya masih terdapat urinoir jaman dahulu, kami harus mengakhiri perjalanan yang menyenangkan ini di tempat berkumpul semula yaitu Taman Menteri Supeno.


Tak ada pertemuan tanpa perpisahan.
Yang ada hanya bagaimana kamu menyikapi hal setelah perpisahan.
Apakah menjadi lebih memahami atau begitu-begitu saja.
Begitupun dengan walking tour ini. Saya sendiri tertarik untuk lebih menggali informasi mengenai siapa Oei Tiong Ham itu. Dan menjadi sangat bahagia ketika menemukan buku lama di sudut perpustakaan provinsi - yang terbitnya pun sebelum saya lahir :D


Beberapa sumber diambil dari:
Buku berjudul Konglomerat Oei Tiong Ham, penulis Yoshihara Kunio, tahun terbit 1991.

3 komentar:

  1. Weh malah kamu nyari referensinya malah dpt bukunya mbak. Keren belajar2 sejarah lagi ya :D
    Aku malah penasaran sm Oei Tiong Ham ini sejak sebelum ikut bersukaria itu, udah sedikit tahu sih hehe makanya ukut walking tour radja gula supaya paham lebih lanjut.
    Masih tertarik ngulik si radja goela ini, bukunya pinjem dmn mbak?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kemarin aku pinjem di perpustakaan daerah di Jl. Sriwijaya sebelah wonderia. Gak sengaja sih nemunya waktu itu, mas :D

      Hapus
  2. bangunannya klasik ya

    BalasHapus

Terima kasih dan selamat datang kembali :)