Selasa, 25 Oktober 2016

Dari Kegelapan Menuju Cahaya - Saksi Bisu Pejuang Emansipasi Wanita


Ketika sebagian besar orang lebih tertarik menuliskan perjalanannya ke alam terbuka, tempat-tempat yang indah, saya malah asik bergelut dengan museum. Sebuah tempat yang kalau kita mengajak seseorang, mereka akan bilang “ngapain sih ke museum?”. Museum itu kuno. Tak tahukah mereka bahwa tak kan ada kehidupan yang modern seperti ini tanpa peradaban yang mereka sebut “kuno” itu?

Saya senang berkunjung ke museum-museum yang ada di Jawa Tengah. Alhamdulillah, beberapa kali diberi kesempatan untuk mengunjungi museum di Yogyakarta bahkan hingga Surabaya. Museum itu tempat wisata yang banyak ilmunya, murah pula, tak jarang ada beberapa museum yang memberlakukan tiket gratis.


Pagi itu, hari Minggu tanggal 11 September 2016. Saya niatkan diri untuk berkunjung ke Museum R.A. Kartini di Jepara. Hal ini pun tidak serta merta rencana yang mendadak, akan tetapi sedikit tergerak oleh sebuah novel fiksi yang sebelumnya saya baca. Bukankah membaca novel lebih menarik dibandingkan memahami buku sejarah? Ya, benar, seperti yang sedang saya lakukan waktu itu. Novel itu berjudul ‘Kota Lama dan Sepotong Cerita Cinta’ karya Herdiana Hakim. Tentang sebuah perjalanan lintas masa, dimana sang tokoh utama terdampar di Jepara pada masa lalu. Dan bertemulah ia dengan sosok Raden Ajeng Kartini.

Mungkin saya sama halnya dengan kalian semua, mengenal Raden Ajeng Kartini melalui buku cetak sejak kita menginjak bangku SD (Sekolah Dasar). Bapak / Ibu guru kita pernah menyinggung seorang pahlawan nasional pejuang emansipasi wanita. Beliau adalah Raden Ajeng Kartini. Tapi benarkah kita sudah paham betul bagaimana seorang Raden Ajeng Kartini memperjuangkan hak-hak perempuan pribumi pada masanya?

Kerajinan dari Batok Kelapa

Raden Ajeng Kartini – yang kemudian pada tulisan ini saya sebut R.A. Kartini – merupakan salah satu Pahlawan Kemerdekaan Nasional yang berasal dari Jawa Tengah. Beliau lahir pada tanggal 21 April 1879. Merupakan putri keempat dari R.M.A.A. Sosroningrat dan ibu kandungnya adalah M.A. Ngasirah (garwo ampil), istri pertama ayahnya namun bukan istri utamanya. Istri kedua ayahnya yaitu R.A. Moerjam sebagai garwo padmi, putri R.T.A. Tjitro Wikromo, Bupati Jepara yang digantikan oleh R.M.A.A. Sosroningrat.

Monumen Ari-Ari Kartini, Mayong


Di Desa Pelemkerep, Kecamatan Mayong, Kabupaten Jepara, terdapat Monumen Ari-Ari Kartini. Di tanah yang tak terlalu luas tersebut tertanam plasenta R.A. Kartini di sebuah monumen yang serupa bunga teratai. Selain monumen, ada sumur dan tugu penanda dimana R.A. Kartini dilahirkan. Letaknya dekat dengan kantor kecamatan Mayong. Monumen Ari-Ari Kartini ini dibangun oleh Pemda Kabupaten Jepara pada tahun 1979.


 
Sewaktu kecil, R.A. Kartini mendapat julukan sebagai “Trinil” karena kebebasan dan kegesitannya bergerak semasa kecil. Setelah 2 tahun berada di Mayong, pada tahun 1881 R.M.A.A. Sosroningrat diangkat menjadi Bupati ke-31 Kabupaten Jepara sehingga beliau dan keluarganya pindah ke Rumah Dinas Kabupaten Jepara.

R.A. Kartini pernah mengenyam pendidikan di Europese Lagere School (ELS). Di sekolah ini, R.A. Kartini mempelajari banyak pelajaran termasuk Bahasa Belanda, dan itu merupakan sebuah prestasi wanita Jawa di masa itu. Setelah memasuki usia 12 tahun beliau dipingit di rumah dan itu lazim dilakukan oleh keluarga bangsawan saat itu untuk mempersiapkan anak gadisnya memasuki pernikahan. R.A. Kartini mengalami bagaimana tradisi itu membelenggu kebebasannya. Niatnya untuk sekolah ke Batavia atau Eropa gagal. Adat tidak mengizinkan gadis-gadis untuk belajar.

Selama masa pingitan, R.A. Kartini belajar sendiri. Membaca buku adalah kegiatannya, tidak hanya buku berbahasa Indonesia saja tetapi juga terbitan Belanda untuk memperkaya wawasannya. Beliau mempunyai sahabat pena berkebangsaan Belanda diantaranya yaitu Ny. Abendanon Mandri, Ny. Van Kol-Porrey, Ny. Ovink Soer, Estell ‘Stella’ Zeehandelaar, dan Ny. De Booy. Dalam surat-suratnya R.A. Kartini menulis tentang pandangannya terhadap kondisi sosial yang berlaku saat itu, terutama kondisi wanita Indonesia. Mayoritas surat-suratnya memprotes kecenderungan budaya Jawa yang meletakkan penghalang bagi perkembangan wanita. Beliau ingin wanita memiliki kebebasan untuk belajar.


Museum R.A. Kartini, Jepara


Tidak banyak barang-barang peninggalan R.A. Kartini yang ada di Museum R.A. Kartini Jepara. Salah satu yang paling mencolok dan berada dekat dengan pintu masuk adalah mesin jahit, ruang kerja, dan ruang belajar. Selain itu juga banyak foto-foto dan penjelasan tentang R.A. Kartini semasa hidup beserta keluarganya.

Isi kamar R.A. Kartini

Koleksi foto Museum R.A. Kartini Jepara

R.A. Kartini bersama dengan adik-adiknya, R.A. Kardinah dan R.A. Roekmini dikenal dengan Tiga Serangkai karena kekompakan mereka. Dari ketiga perempuan ini, R.A. Kartini menjadi pemimpin. Sifat kepemimpinan R.A. Kartini yang mencolok menjadikan jarang terjadi perselisihan di antara mereka.

Tiga Serangkai

Di Museum R.A. Kartini Jepara, terdapat sebuah potret hitam putih R.A. Kartini bersama saudaranya sedang berada di sebuah Sekolah Kartini, yaitu sekolah pertama gadis-gadis priyayi Bumiputera. R.A. Kartini  dan saudaranya mengumpulkan murid-murid pertamanya yang berasal dari lingkungan belakang pendopo Kabupaten Jepara. Pada awalnya hanya satu anak saja kemudian sampai terkumpul sembilan anak perempuan. Mereka dibina dan diberi pendidikan ilmu budi pekerti, baca tulis, dan keterampilan. Salah satu hasil keterampilan muridnya juga ada di Museum R.A. Kartini Jepara yaitu renda.


Barang-barang pribadi milik R.A. Kartini yang ada di museum ini diantaranya yaitu bothekan – sebuah peti kecil yang digunakan untuk menyimpan jamu, ukiran macan kurung – sebuah ukiran kayu dari satu balok utuh tanpa sambungan dan lem, dakon, mangkok, piring, serta tempat telur.


Di Museum R.A. Kartini Jepara mempunyai 3 ruang pameran. Ruang I adalah Ruangan Kartini, Ruang II adalah Ruangan Jepara Kuno, dan Ruang III adalah Ruangan Kerajinan Jepara. Karena dalam tulisan ini difokuskan membahas tentang R.A. Kartini, jadi untuk dua ruangan lainnya di posting selanjutnya yaa :)
Untuk memasuki museum ini cukup membayar Rp 4.000,- saja pada waktu weekend. Sangat murah, bukan?

Cita-cita mulia R.A. Kartini dengan membuka sekolah bagi para gadis Jepara harus kandas. Ayahnya menjodohkannya dengan Bupati Rembang, R.M.A.A. Djojo Adhiningrat. Sesungguhnya ini bertentangan dengan keinginan R.A. Kartini, namun beliau setuju karena calon suaminya mengerti akan tujuan mulianya dan mengabulkan cita-citanya untuk mendirikan sekolah bagi wanita di serambi timur kawasan kantor bupati Rembang. Keduanya menikah pada tanggal 8 November 1903 (tanggal ini saya dapatkan dari sebuah keterangan di Museum R.A. Kartini Rembang). Beberapa referensi dari buku yang saya baca, kebanyakan menuliskan R.A. Kartini dan R.M.A.A. Djojo Adhiningrat menikah pada tanggal 12 November 1903.

Lukisan R.A. Kartini dan suami


Museum R.A. Kartini, Rembang


Selain di Jepara, adapun Museum R.A. Kartini yang terletak tak jauh dari Alun-alun Rembang. Saya mengunjungi museum ini di hari Minggu, 16 Oktober 2016. Di depan bangunan utama museum terdapat pendopo besar, dimana tiang penyangga utamanya berasal dari kayu sementara beberapa kolom-kolom lainnya berwarna putih bergaya Eropa. Kebetulan sekali pada saat saya berkunjung, di pendopo akan diadakan sebuah acara, jadi tidak bisa leluasa mengeksplor kawasan museum keseluruhan.

Pendopo Kabupaten Rembang - tampak samping

Tiang Utama Pendopo Kabupaten Rembang

Pintu Masuk Museum R.A. Kartini Rembang


Pintu masuk museum baru dibuka ketika saya datang. Otomatis hanya saya sendirian yang akan melihat-lihat koleksi museum. Setelah membayar Rp 2.000,- saya dipersilakan masuk oleh penjaganya.
Ibu penjaga      : “Silakan mbak, berani sendirian kan?”
Saya                     : “Berani, bu.” (Padahal sambil berdoa semoga ruangan-ruangannya nggak gelap)

Assalamualaikum…

Museum R.A. Kartini Rembang lebih besar dibandingkan dengan Museum R.A. Kartini Jepara. Koleksinya pun lebih banyak. Jika di Jepara menceritakan tentang R.A. Kartini sebelum menikah, maka di Rembang menceritakan kehidupan R.A. Kartini ketika sudah menikah. Setelah menikah, gelar Raden Ajeng pada R.A. Kartini otomatis berganti menjadi Raden Ayu.

Beberapa ruangan ada di sisi kiri dan kanan bangunan museum, sepertinya dulu digunakan sebagai kamar tidur. Salah satu ruangan tersebut adalah kamar pengabdian R.A. Kartini. Di dalamnya terdapat tempat tidur milik R.A. Kartini, meja hias, koleksi baju, meja rias, serta meja tempat merawat bayi. Keluar dari ruangan ini, di sebelah kiri akan ditemukan kamar mandi yang bersih, di dalamnya ada bathup milik R.A. Kartini yang kondisinya masih bagus.

Isi kamar pengabdian R.A. Kartini


Di dalam ruang koleksi buku bisa ditemukan tulisan tangan R.A. Kartini pada beberapa lembar kertas. Sayangnya kondisi tulisan tersebut tidak bisa dibaca karena tinta pada satu halaman saling menempel pada halaman lainnya. Di sebelahnya terdapat sebuah buku berjudul “Door Duisternis Tot Licht” yang secara harfiah artinya Dari Kegelapan Menuju Cahaya. Buah karya tulisan R.A. Kartini yang dibukukan pada tahun 1911 oleh Mr. J.H. Abendanon yang saat itu menjabat sebagai Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda.


Berikut adalah alat-alat yang digunakan oleh R.A. Kartini untuk menuliskan pemikiran-pemikiran serta idealismenya ke dalam surat yang secara rutin beliau kirimkan kepada korespondensinya. Ada tempat surat, tempat tinta, dan tempat stempel.


Di ruang keluarga bisa ditemukan ruang belajar, ruang kerja, mesin jahit, dakon, serta ukiran macan kurung. Benda-benda tersebut sangat mirip dengan yang ada di Museum R.A. Kartini Jepara. Mungkinkah koleksi-koleksi ini hanya replika? Sayangnya saat itu tidak ada pemandu, jadi saya tidak bisa bertanya lebih jauh.


Selain itu juga banyak koleksi foto-foto hitam putih koleksi KITLV, Leiden yang dilengkapi dengan keterangan-keterangan serta kutipan  surat R.A. Kartini untuk sahabatnya. Salah satu foto yang paling menggelitik adalah foto R.M. Singgih yang kemudian dikenal dengan nama R.M. Soesalit – anak satu-satunya R.A. Kartini yang lahir pada tanggal 13 September 1904 – seorang anak laki-laki yang mengenakan pakaian perempuan.


Kalau anak yang saya kandung di bawah jantung hati saya ini perempuan, apakah yang lalu saya harapkan baginya? Saya akan berharap, mudah-mudahan hidupnya kaya dan berisi. Kehidupan yang telah dirintis ibunya, moga-moga dapat diteruskannya. Dia tidak akan dipaksa melakukan sesuatu yang bertentangan dengan perasaan dalam lubuk hatinya. Apa yang dilakukan, akan dilakukan atas kemauan sendiri yang bebas.” (surat R.A. Kartini, 6 Agustus 1904)


Sekarang saya sedang mempersiapkan pakaian bayi bagi calon cucu Ibu. Adik-adik mengharapkan perempuan, suami saya mengharapkan laki-laki. Apabila lahir perempuan, kasih sayang saya akan berlipat, karena semuanya di sini mengharapkan laki-laki.” (surat R.A. Kartini, 30 Juni 1904)

Setelah melahirkan anak pertamanya, R.A. Kartini jatuh sakit dan menghembuskan nafas terakhirnya di usianya yang masih 25 tahun pada tanggal 17 September 1904. Beliau kemudian dimakamkan di Desa Bulu, Rembang.


Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.108 Tahun 1964, tanggal 2 Mei1964, yang menetapkan R.A. Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional sekaligus menetapkan hari lahir R.A. Kartini, tanggal 21 April, untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar yang kemudian dikenal sebagai Hari Kartini.


Berikut beberapa kutipan dari surat-surat R.A. Kartini yang berpihak kepada perempuan untuk mendapatkan hak-hak seperti laki-laki.



Masa depan perempuan sekarang sudah terang benderang, perempuan boleh memiliki pendidikan tinggi seperti laki-laki, dan itu merupakan jasa R.A. Kartini. Sungguh sebuah keputusan yang layak dengan menjadikan R.A. Kartini sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional. Karena pahlawan tidak hanya mereka yang berjuang mengangkat senjata, tetapi juga mereka yang memperjuangkan kemerdekaan melalui buah pikirannya, tulisan-tulisannya. Tidak hanya untuk perempuan Jawa, tetapi bagi perempuan di seluruh Indonesia.



Bagi orang-orang yang mengatakan bahwa museum itu tidak menarik dan terkesan singup, kalian salah besar. Museum menyimpan sejarah, banyak ilmu yang bisa dipelajari dengan melihat langsung, bukan hanya hafalan teks dalam buku sejarah.
Karena sejarah itu bukan cuma hafalan. Dengan menghafal, kemungkinan besar kamu akan lupa. Memorimu perlahan tergantikan dengan yang lebih baru. Tapi dengan memahami dan melihat langsung, besar kemungkinan ingatanmu akan bertahan lebih lama.
Let's Visit Jawa Tengah. Ayo Dolan Museum!



Referensi:
-          Buku “The Legend of Women, Kisah Menakjubkan 50 Wanita Paling Tangguh Sepanjang Sejarah Dunia” karya Angelica Surya.
-          Buku “Jejak-jejak Pahlawan, Perekat Kesatuan Bangsa Indonesia” karya J.B. Soedarmanto.
-          Keterangan-keterangan yang ada di Museum R.A. Kartini Jepara dan Rembang.


Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Blog Visit Jawa Tengah 2016
Yang diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Tengah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih dan selamat datang kembali :)