Rabu, 24 Agustus 2016

Solo Travelling di Wonogiri


Menyambung posting blog “Pengalaman Pertama Naik Rail Bus Batara Kresna”, kali ini saya mau sedikit banyak cerita apa aja sih yang saya lakukan di Wonogiri?

Seperti yang sudah saya tuliskan di blog sebelumnya, tanggal 9 Maret 2016 saya melakukan perjalanan ke Wonogiri dengan memanfaatkan Rail Bus Batara Kresna. Rail Bus Batara Kresna adalah kereta api lokal yang menghubungkan Stasiun Purwosari Solo hingga Stasiun Wonogiri dan ditempuh selama 1 jam 45 menit.


Stasiun Wonogiri melayani satu-satunya kereta yang singgah disini yaitu Batara Kresna. Letaknya pun cukup strategis. Di depannya adalah bangunan pasar kota Wonogiri. Saya naik Rail Bus Batara Kresna di keberangkatan pertama yaitu pukul 06.00 dari Stasiun Purwosari, dan pukul 07.45 sudah mendarat dengan bengong di Stasiun Wonogiri.

Tak seperti kebanyakan orang-orang yang memanfaatkan kereta yang sangat murah ini untuk berwisata bersama keluarga, saya justru bingung mau menghabiskan waktu kemana selama beberapa jam ke depan di Wonogiri. Iya, saya sendirian dan nggak pernah sekalipun ke Wonogiri. Heheee :D

Rencananya saya akan kembali ke Solo dengan Rail Bus Batara Kresna juga di keberangkatan terakhir pada pukul 12.15. Sayangnya, pembelian tiket hanya dilayani 3 jam sebelum keberangkatan alias pukul 09.15. Demi menunggu 1,5 jam untuk mendapatkan tiket pulang ke Solo, saya memilih jalan-jalan tak jauh dari situ. Ini beneran jalan kaki, nggak pakai kendaraan ya…


Hal pertama yang saya lakukan adalah menyeberang dari depan Stasiun Wonogiri, dilanjutkan blusukan pasar. Sudah saya singgung sebelumnya kalau Stasiun Wonogiri dekat dengan Pasar Kota Wonogiri kan? Nah, di sebelah Pasar Kota Wonogiri ada terminal angkot. Tempatnya angkot-angkot nge-time cari penumpang.


Tujuan selanjutnya yaitu Alun-alun Wonogiri. Saya berjalan kaki ke utara, sampai di perempatan Bank Jateng belok ke kanan menuju Jl. Pemuda. Tak jauh dari situ sudah sampai deh di Alun-alun Wonogiri.

Tapi sebelum itu, saya tertarik mengunjungi sebuah tugu yang tak jauh dari alun-alun. Di sekitar tugu dibuat seperti taman kecil yang rindang, banyak pepohonan hijau dan ada kolamnya. Lumayan buat ngadem.

Penunggu taman :P



Mungkin nama tugu itu adalah Ekodayawilaga. Soalnya di sebuah dinding ada tulisannya “Ekodayawilaga”. Saya sendiri sih kurang paham apaan sih “Ekodayawilaga” itu. Ada yang mau jelasin ke saya nggak? :D
Di dinding itu juga terukir beberapa gambar. Ada gunungan di tengah-tengah, dan sekelilingnya seperti suatu kegiatan masyarakat Wonogiri.

Tolong abaikan muka kusut dan rambut berantakan :D

Hanya dengan menyeberang jalan, saya sudah sampai di Alun-alun kebanggaan masyarakat Wonogiri bernama Alun-alun Giri Krida Bakti. Suasana alun-alun pagi itu sangat sepi. Di sisi utara terdapat panggung budaya yang diresmikan pada 28 Oktober 2010 oleh bupati pada masanya. Sangat disayangkan kalau banyak coretan-coretan tidak menarik di dindingnya.


Panggung Budaya

Mungkin di sekitar alun-alun ini adalah pusat pemerintahan terbukti dengan adanya banyak kantor pemerintah. Tak luput pula Pendopo Kabupaten Wonogiri di sisi selatan alun-alun. Dan Masjid Agung At Taqwa (yang saat itu sedang dilakukan renovasi) dengan menaranya yang menjulang di sebelah barat alun-alun.

Pendopo Kabupaten Wonogiri

Masjid Agung At Taqwa

Sudah satu jam berlalu, saatnya kembali ke stasiun lagi untuk membeli tiket Rail Bus Batara Kresna menuju Solo. Iya, masih jalan kaki sambil sesekali mengusap keringat yang mulai menetes :D

Setelah dipastikan aman bisa pulang ke Solo dengan mengantongi tiket kereta (karena jumlah tiket yang dijual sangat terbatas), sembari menunggu 3 jam lagi saya memutuskan naik angkot dari depan pasar kota Wonogiri. Turun di Terminal Induk Giri Adipura, karena trayek terakhir hanya sampai di sini.

Terminal Giri Adipura terbilang masih baru karena baru diresmikan tahun 2014. Terletak di Jl. Raya Wonogiri – Solo KM 4 Krisak, Selogiri, Wonogiri. Saya nggak masuk ke terminal yang identik dengan warna biru telur asin, hanya melihatnya sekilas dari depan.


Tak jauh dari Terminal Giri Adipura ada beberapa monumen yang dibangun. Yang paling mencolok adalah kereta kencana yang ditarik oleh 4 ekor kuda. Selain itu juga ada tugu adipura dan batas Kabupaten Wonogiri.




Berjalan menuju ke utara, di sisi kiri saya mendapatkan pemandangan yang menakjubkan. Deretan pegunungan Menoreh dihias persawahan yang menghijau serta langit biru cerah dengan awan putih yang mendampinginya. Keren? Banget!


Tak hanya takjub dengan pemandangan yang baru saja ditemui, saya bergegas berjalan kaki lagi menuju tempat terakhir sebelum pulang yaitu Tugu Pusaka Selogiri. Terletak di tepi jalan raya, tak susah menemukannya. Masyarakat sekitar menyebutnya Tugu Ireng. Ireng yang artinya hitam, karena monumen tersebut didominasi warna hitam. Bentuknya seperti piramida, tetapi di bagian atapnya kotak.



Konon, di dalam tugu tersebut tersimpan 3 buah pusaka milik Mangkunegaran, Surakarta. Dua buah keris dan satu buah tombak peninggalan Raden Mas Said (Mangkunegara I) atau yang dikenal dengan Pangeran Samber Nyawa.

Di sisi Tugu Ireng, terdapat sebuah tugu kecil yang isinya teks Pancasila beserta nama-nama pejuang kemerdekaan RI.
Masih di kawasan Tugu Pusaka Selogiri, ada sebuah taman dan sekelilingnya banyak kios yang menjual makanan serta minuman.


Karena waktu sudah menunjukkan pukul 11.00 saya memutuskan untuk kembali ke stasiun dengan naik mikrolet. Sekaligus berharap suatu saat saya bisa kembali ke Wonogiri lagi dan bisa mengunjungi Objek Wisata Waduk Gajah Mungkur. Amiiin :)

9 komentar:

  1. Wow, itu jalan kaki aja nemuin yang keren-keren >.<
    Stasiun nya agak kecil ya?
    Seriusan cuma melayani 1 perjalanan kereta aja?
    Wonogiri indah ya, padahal lokasi nya dekat stasiun, terminal dan pasar.
    Ini namanya jalan-jalan sambil nunggu transit ya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak, cuma melayani 1 perjalanan kereta aja. Mentok di stasiun wonogiri, soalnya kalo ke selatan terus sampai di waduk gajah mungkur dong :D

      Hapus
  2. Weih, weh mbak. Dari dulu aku pengen naik Batara Kresna, tapi nggak kelakon-kelakon. Dulu pernah sieh sampai solo bareng temen-temen, berhubung nggak nemu-nemu tuh kereta ya akhirnya cuma nongkrong-nongkrong di sekitaran Alun-alun Solo dan jalan-jalan di PGS aja,,, Mantabe' deh mbak Nhe ini, lama - kelamaan ntar bisa melancong ke luar jawa sendirian nieh, :-)

    BalasHapus
  3. btw wonogiri kotanya dekat perbukitan gitu ya? kayaknya adem banget. oh ya kok sepi amat ya? enak nih buat leyeh-leyeh gelar tiker

    BalasHapus
    Balasan
    1. Malah cenderung sumuk tapi mbak. Jujur. Keluarga saya stay disana, lewat rumah kok kalo dari arah Pasar ke arah Krisak.

      Hapus
  4. Ekodayawilaga = ekonomi-budaya-wisata-olahraga

    BalasHapus
  5. Mbak, dokumentasi foto-foto Sampeyan itu menjadi berharga, karena sebagian besar yang Sampeyan foto, sekarang sudah berubah penampilannya. Dan itu adalah sejarah. Btw, foto-foto itu hasil jepretan tahun berapa nggih?

    BalasHapus
  6. Pegunungan menoreh bukan di wonogiri, melainkan di Perbatasan Magelsng, Purworejo dan Kulonprogo. Yang berada di Wonogiri pegunungan Sewu.

    BalasHapus
  7. Maturnuwun... Nderek bingah..

    BalasHapus

Terima kasih dan selamat datang kembali :)