Senin, 06 Juni 2016

Kirab Budaya Dugder 2016


Beberapa hari yang lalu, saya sempat menyinggung “Dugderan” di posting Pasar Rakyat Dugderan 2016. Dugderan adalah sebuah acara tahunan (khususnya Kota Semarang) untuk memperingati datangnya bulan Ramadhan. Selain ada pasar malam, yang paling utama dari event ini adalah Kirab Budaya Dugder. Diselenggarakan pada tanggal 4 Juni 2016 start di Balaikota Semarang.


Kirab Budaya Dugder diikuti oleh berbagai unsur masyarakat. Sebelum memulai parade, dilakukan upacara pembukaan terlebih dahulu di halaman Balaikota Semarang. Saya hanya menyaksikan dari luar gerbang karena tidak diperbolehkan masuk lantaran untuk mengantisipasi ketertiban dan kelancaran selama upacara berlangsung. Uniknya di sini adalah upacara menggunakan pengantar bahasa jawa halus.

Dibuka dengan tari Gambang Semarang yang dibawakan oleh puluhan penari laki-laki dan perempuan. Dilanjutkan oleh sambutan dari Walikota Semarang, Bp. Hendrar Prihadi S.E., M.M. yang berperan sebagai Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat. (FYI, Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat adalah Bupati Semarang yang menggagas dugderan pertama kali pada tahun 1881)

Tiba saatnya arak-arakan pun dimulai sekitar pukul 13.45. Masyarakat sangat antusias menonton Kirab Budaya Dugder yang kerap kali mereka sebut ‘warak ngendog’. Penonton mengular mulai dari depan Balaikota Semarang.


Barisan pertama adalah Drumband Genderang Suling Lokananta Akademi Militer. Dilanjutkan dengan pasukan merah putih dari kelompok pelajar, serta pawai warak ngendog lengkap dengan kembang mayang / manggar.





Beberapa peserta banyak yang menampilkan drumband. Seperti SM4RT Marching Band SMP Muhammadiyah 4 Semarang Barat. Adapun atraksi dari adik-adik mengendarai sepeda roda satu.



Tak hanya diikuti oleh peserta dari umat Islam, contohnya perwakilan dari Kecamatan Candisari bekerja sama dengan Yayasan Panti Asuhan Katolik. Serta tak ketinggalan pula penampilan atraksi barongsai.


Disusul dengan pasukan berkuda sejumlah 6 orang yang mengawal dua buah kereta kencana yang dinaiki oleh Walikota Semarang dan Wakil Walikota Semarang. Selanjutnya ada bendi hias yang dinaiki oleh pejabat-pejabat dan pemenang Denok – Kenang Kota Semarang. Ditutup oleh pawai mobil hias yang sebagian besar mengusung ‘warak ngendog’. Pawai akan berakhir di Masjid Agung Semarang / Masjid Kauman. 





Karena saya nggak ikut nonton pawai sampai Masjid Kauman, saya skip di sini ya ceritanya :D

Setelah menyelesaikan prosesi kirab di Masjid Kauman Semarang, Walikota Semarang beserta rombongan melanjutkan pawai menuju Masjid Agung Jawa Tengah. Kali ini menggunakan bus.


Sekitar pukul 16.15 rombongan datang dengan diiringi musik dari marching band. Terlihat walikota dan wakil walikota ramah menjabat tangan masyarakat yang hadir menyaksikan prosesi kirab budaya dugder di Masjid Agung Jawa Tengah.


Rombongan walikota dan pejabat masuk ke dalam area masjid untuk melanjutkan acara, sementara pengiringnya tetap berada di luar masjid. Pengiring di sini adalah 4 orang laki-laki dewasa yang memanggul warak ngendog ukuran lumayan besar, beberapa perempuan yang membawa warak ngendog ukuran kecil, kipas, rebana, serta para laki-laki yang membawa kentongan.




Setelah prosesi di dalam masjid selesai, tiba saatnya acara penutupan yaitu dengan menabuh bedug (yang suaranya: dug.. dug.. dug..) dan menyalakan bom udara (der.. der.. der..). Dari perpaduan bunyi dug dan der itulah yang kemudian menjadi tradisi tahunan yang diberi nama “dugderan”.

1 komentar:

  1. Yeay, ke Masjid Agung Semarang juga ternyata. Duh duh duh,,, jadi keinget masjid agung mbak,,, Pingin wisata religi lagi kesitu,,,, sekalian ngerasain lumpianya,,,, hehehe

    BalasHapus

Terima kasih dan selamat datang kembali :)