Kau tahu bagaimana perasaanku ketika akan menonton acara ini? Antusias sekali. Akhirnya di Semarang ada karnaval budaya yang digelar selain Dugderan yang biasanya cuma ada setahun sekali menjelang puasa Ramadhan.
Namanya Karnaval Seni Budaya Lintas Agama dan Pawai Ogoh-Ogoh. Diselenggarakan oleh Pemkot Semarang bekerja sama dengan PHDI (Parisada Hindu Darma Indonesia) Kota Semarang. Acara ini berlangsung Hari Minggu, 27 Maret 2016 pukul 14.00. Start dari Kota Lama Semarang dan finish di Balai Kota Semarang.
Sekitar pukul 16.00 aku memutuskan untuk keluar dari toko buku dan menunggu karnaval di pinggiran Jalan Pemuda beserta masyarakat lain yang sama antusiasnya menunggu. Pedagang minuman pun banyak yang menggelar lapak di pinggir jalan, menanti rezeki dari penonton karnaval yang kehausan. Aku? Memutuskan ngadem sambil duduk-duduk menunggu di belakang halte BRT (kalau di Jakarta ada TransJakarta, di Semarang pun ada TransSemarang).
Akhirnya yang ditunggu-tunggu datang juga. Maklum ya, dari Kota Lama Semarang sampai Balai Kota jaraknya 2,5 km dan harus jalan kaki.
Di barisan depan rombongan di awali oleh penari Bali, kemudian orang-orang berkostum karakter wayang yaitu Punakawan.
Adapun beberapa komunitas yang ikut terlibat. Di antaranya yaitu Padangrani (Paguyuban Pedagang Barang Seni) Kota Lama Semarang dan Komunitas Semarangker (penjelajah tempat-tempat angker).
Pada dasarnya ini adalah rangkaian acara Hari Raya Nyepi, tetapi pada karnaval kali ini tak hanya diikuti oleh umat Hindu saja, rombongan karnaval juga dimeriahkan oleh kegiatan lintas agama seperti rebana, barongsai, seni tari kuda lumping, serta arak-arakan replika Gereja Blenduk.
Dan yang paling menarik perhatian adalah empat patung ogoh-ogoh dari Bali dengan ukuran raksasa, kurang lebih tingginya 3 meter. Menurut website Detik, Ogoh-ogoh tersebut bernama Celuluk, Raksasa, Kasipu, dan Dewa Khrisna. Ogoh-ogoh ini rata-rata berwajah seram. Cara membawanya yaitu dengan dipanggul oleh belasan orang.
Ada juga peserta anak-anak yang membawa patung ogoh-ogoh kecil sebanyak 2 buah.
Di Balai Kota Semarang, acara ditutup dengan closing art sendra tari berjudul Garuda Murti. Seorang garuda sebagai ksatria pembebas penderitaan rakyat yang berjuang melawan 3 raksasa. Mengutip satu kalimat dari sendra tari tersebut: “kejahatan selalu mempersiapkan diri lebih dini dari kebaikan”.
Oh ya, jangan lupakan gunungan yang tersusun dari hasil bumi berupa buah-buahan dan sayuran. Pada akhir acara, gunungan ini diizinkan dibuat rebutan oleh penonton. Lumayan kan kalau dapat rambutan, bisa langsung dimakan.
Akhir kata, sebagai penonton, harapannya Karnaval Seni Budaya Lintas Agama dan Pawai Ogoh-Ogoh tidak hanya diselenggarakan di tahun ini saja. Semoga di tahun-tahun yang akan datang kembali diselenggarakan dan lebih menarik serta meriah. Tujuannya baik kan ya, untuk memperlihatkan kerukunan antar etnis dan umat beragama.
Jadi, Semarang udah mirip di Bali belum? :D
Itu ada yang kepalanga ditenteng :-) seram hahahahhaha
BalasHapusrame pawai nya
BalasHapusWah seru nih kalau ada langsung disana.
BalasHapusWaooww..kereeennn
BalasHapus