Daerah Istimewa Yogyakarta adalah provinsi
agraris, miskin wawasan bahari padahal
DIY bagian dari negara kepulauan yang terbesar di dunia. Peresmian Museum
Bahari pada tanggal 25 April 2009 menjawab tantangan tersebut. Sekali layar
terkembang pantang surut.
Dan sampailah saya di sini, Museum Bahari beberapa
waktu yang lalu tanggal 20 Desember 2015. Museum ini terletak di Jl. RE
Martadinata No. 69 Wirobrajan, Yogyakarta, cukup dekat dengan Malioboro. Dari perempatan
Malioboro atau KM Nol Jogja lurus saja ke arah barat melewati 3 traffic light. Museum berada di sisi kiri
/ selatan, persis di pinggir jalan raya.
Pembukaan museum yang terbilang baru ini
diprakarsai oleh seorang prajurit TNI AL, Laksamana Madya TNI Yosafat Didik
heru Purnomo. Atas dasar kecintaannya terhadap bidang kelautan, beliau menghibahkan
rumah pribadinya menjadi museum. Yang kemudian dikelola oleh Lanal TNI AL
Yogyakarta dan Paguyuban Tri Sekar Lestari. Di museum ini terbagi menjadi 4
ruangan. Sejumlah koleksi yang berhubungan dengan kelautan ada di dalamnya dan terawat
rapi.
Memasuki halaman museum, pengunjung akan
disambut oleh replika kapal perang beserta torpedo dan ranjau laut. Tetapi sebelum
melangkah ke ruangan museum, pengunjung diwajibkan membayar tiket masuk
sejumlah Rp 2.000,- cukup murah bukan?
Di lantai satu, merupakan ruang koleksi dan
souvenir. Ada sebuah torpedo tipe MK-44 dan sebuah tabung udara yang digunakan
untuk penyelaman di laut atau sungai. Pengunjung juga bisa membeli buah tangan
di ruangan ini. Tentu saja yang berhubungan dengan kelautan, seperti baju,
atribut, dan lain-lain.
Naik ke lantai dua, ruangan yang benar-benar
menunjukkan Museum Bahari. Berbagai koleksi perihal kelautan ada di sini. Tertata
rapi dalam sebuah lemari-lemari kaca. Isinya bermacam-macam. Memasuki lantai
dua, langsung disambut dengan kelongsong peluru berbagai kaliber.
Kelongsong peluru berbagai kaliber (40 mm
s.d 120 mm) yang dimiliki kapal perang Republik Indonesia (KRI) dan digunakan
sebagai penangkis serangan udara, serangan kapal atas air, dan bantuan tembakan
kapal.
Beberapa macam seragam TNI AL ada di museum
ini. Lengkap dengan atribut akademi angkatan laut beserta tanda pangkat pada
pakaian dinas harian dan pakaian dinas upacara.
Berbagai macam replika kapal beserta helikopter juga menarik untuk dilihat-lihat.
Makanan konserven yang menjadi ransum TNI.
Serta beberapa peralatan-peralatan lain yang umumnya berada
di kapal seperti kompas magnet, teropong, display control radar navigasi, dan
masih banyak yang tidak bisa saya sebutkan namanya.
Torpedo Rusia |
Teropong |
Nah, masih ingat replika kapal perang yang
ada di halaman museum? Tempat tersebut adalah ruangan anjungan. Terletak di
lantai dua. Memasuki ruangan anjungan seperti memasuki sebuah ruang kemudi
kapal. Mirip banget. Berbagai peralatan-peralatan kemudi kapal lengkap berada
di dalamnya. Berbagai benda-benda yang dilihat di ruang koleksi tadi ditempatkan
sebagaimana mestinya jika berada di kapal.
Keren pokoknya, berasa naik kapal. Sayangnya,
ruangan anjungan ini sempit. Harus bergantian jika banyak orang yang ingin
masuk.
Di bawah anjungan adalah ruang audio visual.
Di sana pengunjung bisa menyaksikan pemutaran film yang berhubungan dengan
kekuatan Angkatan Laut dalam mempertahankan kedaulatan wilayah Republik
Indonesia.
Akhir kata, bagi saya Yogyakarta bukan hanya
Malioboro. Malioboro hanyalah secuil kenangan lama yang sudah usang termakan
waktu. Cukuplah Malioboro meninggalkan janji lama yang tidak perlu ditagih. Cukuplah
Malioboro menjadi saksi bisu dua orang manusia yang pernah bersama, iya, hanya
pernah. Heheee mendadak baper kan? :D
Pokoknya Yogyakarta itu istimewa. Banyak wisata
alam dan wisata budaya yang menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah
museum-museum yang tersebar di berbagai wilayah.
Jadi, apakah sudah ada rencana untuk mengunjungi
Museum Bahari?
Ingat yogya inget mantan juga ya Mbak? #eh
BalasHapusSaya terakhir kesana tahun 2001 :)
Akhirnya Baper wkwkwk
BalasHapus