Selamat Hari Pers Nasional!
Hari Minggu kemarin (7 Februari 2016) saya diberi
kesempatan untuk jalan-jalan ke Solo. Selain mengunjungi Pasar Gede yang sedang ada acara Grebeg Sudiro dan Keraton
Surakarta Hadiningrat, ada 1 tempat lagi yang sudah agak lama pengen saya
kunjungi. Tempat tersebut adalah Monumen Pers Nasional, beralamat di Jl. Gajah
Mada No. 59 Surakarta, Jawa Tengah. Saya kenal tempat ini pada saat acara Museum Mart 2015
di Museum Ranggawarsita Semarang. Nah, kebetulan sedang berada di Solo, jadi
nggak ada salahnya mampir kan?
Foto di atas adalah gedung induk Monumen
Pers Nasional. Di depannya terdapat 4 buah patung naga dengan badannya telentang
ciptaan seniman Solo terkenal, Udiyanto Kusrin. Naga melambangkan
kebijaksanaan, pun juga pujangga. Sedangkan filosofi naga telentang mempunyai
arti agar masyarakat pers selalu introspeksi diri terhadap semua perilakunya.
Masing-masing memiliki arti simbolik:
1.
Proklamasi Republik Indonesia, 17-8-1945
2.
Lahirnya Persatuan Wartawan Indonesia (PWI),
9-2-1946
3.
Peresmian Monumen Pers Nasional oleh
Presiden Soeharto, 9-2-1978
4.
Penyerahan gedung pelengkap
(annex-building), 26-4-1980
Maket gedung Monumen Pers Nasional |
Sebelum memasuki gedung induk, pengunjung
diwajibkan mengisi buku tamu terlebih dahulu. Biaya masuk? Gratis.
Sebelum menjadi Monumen Pers Nasional,
gedung ini dulunya bernama Gedung Sasana Suka atau Societeit (Sositet)
Mangkunegaran, semula merupakan gedung pertemuan bagi kerabat Mangkunegaran
oleh pendirinya, Mangkunegara VII tahun 1918.
Di gedung ini pula, organisasi profesi
kewartawanan pertama yaitu PWI terbentuk pada tanggal 9 Februari 1946, sehingga
tanggal tersebut ditetapkan sebagai Hari Pers Nasional.
Pada peringatan 4 windu usia PWI, tanggal 9
Februari 1978, Presiden Soeharto meresmikan Monumen Pers Nasional. Pada gedung
induk, terdapat prasasti peresmian sebagai bukti sejarah peresmian sekaligus perubahan
nama dari Societeit / Sasana Suka menjadi Monumen Pers Nasional.
Memasuki Gedung Induk, pengunjung akan disuguhi
sebuah aula yang tidak terlalu luas. Di ujungnya terdapat panggung. Ketika saya
berkunjung, terdapat replika kapal di tengah-tengahnya dan sisi kanan-kiri
dipajang beberapa berita dari surat kabar beberapa tahun silam mengenai perairan
di Indonesia. Kemungkinan ini akan digunakan untuk Pameran Ekspose Media dalam
rangka Hari Pers Nasional yang mengusung tema Pers, Maritim, dan Kesejahteraaan
Rakyat pada 10-16 Februari 2016.
Di gedung ini pula terdapat 10 (sepuluh) patung
dada tokoh perintis pers Indonesia. 5
buah patung di lorong sebelah kanan dan 5 lainnya di lorong sebelah kiri.
Di antara kesepuluh tokoh tersebut, hanya
ada 1 yang saya kira familiar. Beliau adalah Dr. Danudirdja Setiabudi (E.F.E
Douwes Dekker), meskipun dilahirkan sebagai warga Belanda tetapi jiwa dan
pikirannya diperuntukkan seluruhnya bagi bangsa Indonesia. Karir jurnalistiknya
diawali dari kedudukannya sebagai reporter “Bataviaasch Nieuwsblad”. Tidak berapa
lama, karena kebolehannya beliau menjadi redaktur pertama. Di Solo beliau
menerbitkan “De Beweging”. Di Semarang beliau menerbitkan “Niewe Express”.
Adapun 6 (enam) diorama yang menggambarkan
perkembangan pers di Indonesia. Perkembangan Pers tersebut sejak zaman pra
sejarah sampai kerajaan Indonesia, zaman pendudukan Belanda (Kolonial), zaman
penjajahan Jepang, zaman Kemerdekaan, Orde Baru, hingga Reformasi. 3 buah diorama
di lorong sebelah kanan dan sisanya di lorong sebelah kiri.
Contohnya yaitu pada diorama pertama, digambarkan
mulai zaman nabi, berita tentang berbagai peristiwa dibawa oleh burung. Hingga zaman
kerajaan di Indonesia pemberitaan sudah menggunakan alat komunikasi kentongan
dan daun lontar seperti “Nawala” (surat kabar yang dibaca raja).
Diorama 1 |
Masih di gedung induk, terdapat dua ruangan
yaitu Ruang VIP / ruang rapat dan Ruang Media Center. Di Ruang Media Center,
pengunjung dipersilakan menggunakan komputer yang tersedia untuk mengakses
berbagai informasi. Kabarnya di sini tersedia internet dan ada WIFI-nya. Saya nggak
nyoba sendiri sih :D
Ruang Media Center |
Untuk menuju Ruang Koleksi Benda Pers, pengunjung
bisa menuju ke pintu sebelah kiri. Sayangnya, ketika saya ke sana museumnya
sedang tutup. Jadi hanya bisa menerawang isi museum lewat pintu kaca. Menurut satpam,
buka hanya jam kerja saja. Ah, seharusnya museum ini ramah wisatawan dengan
menerapkan jam buka di hari Minggu.
Mengintip bagian dalam museum pers |
Menurut buku panduan yang saya baca, di
dalamnya terdapat beberapa mesin ketik seperti milik Bakrie Soeraatmadja. Pemancar
radio SRV / RRI “Kambing” karena dulu pernah diletakkan di kandang kambing saat
berada di Balong, Kec. Jenawi, Karanganyar. Baju wartawan perang senior TVRI,
Hendro Subroto. Peralatan terjun payung wartawan TVRI, Trisno Yuwono. Kamera wartawan
milik Udin / Fuad Muhammad Syafruddin. Dan lain sebagainya.
Jika berbicara mengenai pers, tentu saja
tidak luput tentang media cetak seperti surat kabar dan majalah. Di sini juga
terdapat bukti fisik koleksi-koleksi surat kabar dan majalah lama.
Surat kabar dan majalah lama |
Ruangan lain yang saya kunjungi (dan buka di
Hari Minggu) adalah Perpustakaan Monumen Pers Nasional. Terletak di lantai 2. Perpustakaan ini mempunyai koleksi
buku-buku di bidang pers, komunikasi, dan informatika, serta beberapa buku yang
lainnya seperti fiksi.
Perpustakaan ini nggak luas, tetapi nyaman. Beberapa
bangku serta meja dipersiapkan sebagai tempat yang digunakan untuk pengunjung
jika ingin membaca. Buku-buku di sini juga bisa dipinjam asalkan sudah
terdaftar sebagai anggota dengan melengkapi persyaratan dan mematuhi ketentuan
yang berlaku.
Perpustakaan |
Di depan gedung Monumen Pers Nasional disediakan
papan baca yang bisa diakses oleh seluruh masyarakat yang ingin membaca berita.
Beberapa koran lokal dan nasional dipajang di sini, diantaranya yaitu Solo Pos,
Suara Merdeka, dan lain-lain.
Mengunjungi Monumen Pers Nasional sangat
menarik. Selain refreshing, bisa juga sebagai ajang pendidikan. Mengenal perjuangan
dan perkembangan pers zaman dulu hingga sekarang ini. Mungkin, suatu saat jika
saya diberi kesempatan untuk berkunjung ke Solo saat weekday, saya akan berkunjung ke sini lagi. Atau mungkin suatu saat
Monumen Pers Nasional memiliki kebijakan baru, buka di hari Minggu. Semoga yaa..
:D
Aku baru tahu ada momoenut pers :-(
BalasHapuskudet banget ya :-D
wah lengkap sekali informasi mengenai gedung persnya. bener ya itu refreshing sekalian mengenal sejarah..
BalasHapuswah tempat ini keren juga yah mantap euuuyyy
BalasHapusKalo masuk ke sana bayar ga yah :)
BalasHapusPengen banget kesana, ajak dong. Ajak dong!
BalasHapusApa makna patung naga pada depan pintu masuk monumen pers?
BalasHapus