Sebagai manusia kamu pernah nggak sekali
saja dalam hidupmu merasa dipermalukan oleh dirimu sendiri? Tentu pernah dong. Dari
sekian banyak perasaan yang bisa kita kecap seperti senang, sedih, takut, marah,
dan lain sebagainya. Ada satu rasa yang menurutku menjadi sebuah momok
tersendiri yang mampu menjatuhkan rasa percaya diri yaitu “MALU”. Rasa malu bisa
saja mempunyai efek yang dahsyat. Misalnya setelah kejadian itu dialami, udah
pasti kamu nggak pengen terlihat (invisible)
sama orang-orang di sekitarmu. Atau rasanya pengen kamu delete memori orang-orang yang menertawakan kejadian memalukanmu?
Pic : asalaily |
Hmm, kenapa di sini aku membahas
tentang rasa malu?
Yap, karena dalam posting kali ini, aku
mau berbagi pengalaman memalukan yang pernah kualami ketika menginjak di bangku
sekolah menengah. Dulu, sewaktu masih bersekolah aku mempunyai sifat pemalu,
nggak pede-an. Kini, setelah lulus sekolah dan berteman dekat dengan
orang-orang yang ‘agak nggak waras’, perlahan sifat pemaluku berubah menjadi
malu-maluin.
Rasa-rasanya aku sudah siap
menceritakan kejadian ini, setelah hampir 6 tahun berselang.
Aku seorang cewek yang bersekolah di sebuah
SMK tepat di pusat Ibukota Provinsi, lebih tepatnya STM dengan sistem pendidikan
4 tahun. Sekolahku cukup dikenal dengan tingkat kedisiplinannya, seragam, aturan
rambut, tidak terkecuali tentang jam masuk yang harus pukul 07.00 tepat. Lebih semenit
aja udah digembok itu pintu pagarnya. Dan aku adalah salah satu dari siswi yang
sering berada di luar pagar sekolah ketika bel masuk sudah berbunyi. Kami –
yang terlambat – menunggu pintu gerbang dibuka oleh kesiswaan sambil bersiap
dengan hukuman apa yang harus kami laksanakan.
Seringnya adalah lari keliling sekolah
sepanjang 1.2 kilometer dengan catatan nggak boleh lebih dari 5 menit, kalau
lebih ya nambah satu putaran lagi. Terima kasih kepada Bapak-Ibu guru
kesiswaan, karena dengan hukuman itu aku bisa ambil sisi positifnya yaitu ketika
olahraga lari, aku selalu masuk jajaran depan dari sekelas dan yang terbaik di
antara 12 siswi lain di kelas.
Hukuman lari sih nggak apa-apa dibanding
pernah suatu hari disuruh jalan jongkok sebelum persiapan upacara bendera hari
Senin. Iya, aku masuk juga dalam rombongan itu. Bisa dibayangin nggak sih, kamu
jongkok tapi kudu jalan, mana kedua tangan harus di atas tengkuk pula, sambil
nunduk-nunduk nahan malu dilihatin kakak kelas, adik kelas, guru-guru. Syukur Alhamdulillah
nggak dipakein tulisan “SISWA TERLAMBAT” di depan dada. Tambah tengsin kan
kalau itu terjadi.
Waktu itu tahun 2010 ketika aku sedang
duduk di tahun ketiga dan sedang sibuk-sibuknya persiapan ujian nasional. Aku beserta
2 orang cowok di kelasku mendapatkan dua buah surat sekaligus dari sekolah. Isinya
apa?
·
Yang satu adalah Surat Peringatan
Pertama (SP 1) karena terlambat lebih dari 10 kali dengan pencapaian poin 50. Gila!
Gue langsung speechless, lah dari kemarin-kemarin
selalu dikasih hukuman tiap terlambat masuk sekolah ternyata masih kena poin
juga?
·
Yang kedua adalah surat panggilan
orang tua untuk konsultasi dan pembinaan kesiswaan. Mati gue! Kudu siapin
kuping buat diomelin Ayahanda. Mana pas suratnya dianter ke rumah, aku lagi
bolos sekolah, malah nongkrong di perpustakaan dekat rumah. Double mati gue!
Dan hal memalukan itu pun menghampiri hidupku.
Lebih memalukan daripada jalan jongkok yang pernah aku lakukan sebelumnya. Kejadian
tersebut adalah SKORSING. Kalian tahu skorsing? Biasanya skorsing dilakukan
sebagai bentuk tindakan kedisiplinan yang mengakibatkan seseorang tidak diperkenankan
masuk sekolah (karena aku statusnya sebagai pelajar) dalam jangka waktu
tertentu. Tetapi di sekolahku, skorsing ini dalam bentuk yang elegan, tapi sungguh-sungguh
memalukan.
Dari 43 siswa-siswi penerima SP 1,
tiga di antaranya adalah perempuan. Aku salah satunya :’(
Selama skorsing dalam waktu 1 minggu
mulai jam 10.00 – 15.00 kami harus membersihkan seluruh halaman sekolah. Ada yang
nyapu, buang sampah, sampai bersihin rumput. Asik bener yee Pak Bon kerjaannya
berkurang drastis, digantikan kami-kami yang pesakitan kena hukuman ini.
Berhubung pada jam yang telah ditentukan banyak guru-guru yang kurang setuju
kami meninggalkan jam pelajarannya, akhirnya mulai sore kami kerja bakti
bersih-bersih sekolah. Skorsing seminggu pun berubah jadi DUA MINGGU karena jam
terbangnya kurang. Hiks! Sungguh nelangsanya kami ini.
Kalian mungkin ada yang berpikir, “bersih-bersih
doang mah, di mana memalukannya?”
Baik, bagian memalukannya adalah kami 43
siswa-siswi penerima SP 1 harus memakai sebuah kaos khusus dari sekolah. Yang bentuknya
seperti ini…
Ini foto temen |
Sudah cukup memalukan belum?
Coba bayangkan, saat aku lagi nyapu
halaman sekolah sambil mengenakan kostum kebesaran, banyak siswa-siswi
berseliweran, tak terkecuali guru-guru, mau ditaruh mana ini muka? Tiap lihat
mereka ketawa, rasanya pengen gue timpuk pakai sapu. Tapi urung, karena aku
tahu itu adalah tindakan yang tidak terpuji. Tiap ada yang baca tulisan di kaos
“SKORSING SMK bla bla bla” rasanya udah kayak ditelanjangi (heheee, hiperbolis
banget nggak sih gue?). Pokoknya malu banget deh. Bisa aja sih ngelempar sapu dan
pengki pura-pura lagi nongkrong, tapi tetep nggak bisa mengelabuhi kontrasnya
kaos hitam bertuliskan SKORSING SMK bla bla bla yang menempel di badan.
Dua minggu men, dan harus terbiasa
dengan rasa malu. Anggap aja ujian hidup supaya naik level *ceileeeh*. Baiklah,
akan kucoba. Tapi tak bisa~
Saat mas gebetan rasa-rasanya akan
lewat di depanku, aku udah siap-siap sembunyi. Satu orang ini nih yang nggak
boleh tahu kalau aku di-skorsing. Malu banget kan ya terlihat ‘nggak menarik’
di depan gebetan.
Nggak tahunya pas mau sembunyi,
diteriakin salah satu guru kesiswaan, “mau ke mana mbak? Belum selesai ini
kerjaannya”. Duh, malu-maluin aja Bapak ini.
Akhirnya ketahuan juga sama mas
gebetan, “rajin bener dek, yang bersih biar suaminya nanti nggak brewokan. Hehee.”
Lalu diikuti serombongan ketawa dari teman-temannya. Huaaaaa, pupus sudah
harapan adek menjadi gebetanmu, mas.
Bagiku, masa-masa SMK adalah kenangan
paling indah. Aku pernah jatuh cinta, patah hati, bahagia, kecewa, dan juga
pernah merasakan hal paling memalukan. Semua itu kupeluk erat, kubagi cerita ini
dengan hati legawa, supaya anak cucuku kelak (atau bisa juga kalian yang masih
sekolah) nggak melakukan kebodohan yang akhirnya akan mempermalukan diri
sendiri.
Sekian dan silakan ditertawakan.
Tulisan Ini Diikutsertakan Untuk Giveaway
di Blog eparamata.com
waw segitunya yah. gue aja telat gak nyampe gitu banget dah hahaha
BalasHapusbuat gue sih malu itu wajar krn suatu hal yg salah..tp yang ga boleh itu malu yg bikin kita jadi tertutup sama lingkungan dan orng baru. nah itu kudu dihindari
Ya ampun.. hahaha itu sampe ada kaosnya gitu.niat banget itu guru-guru kesiswaan.Gak kebayang deh kalo make itu ke sekolah... udah kayak make kaos dengan tulisan Jomlo ke mall do malam minggu. :(
BalasHapus