Baru kali ini lho saya bikin 3 posting
tentang 1 tempat. Jarang-jarang kan? Tempat ini saya sebut spesial, karena
merupakan sebuah museum paling luas dengan koleksi paling banyak di Kota Semarang,
kota kelahiran sekaligus tempat tinggal saya. Nggak banyak juga sih museum di
Kota Semarang, selain Museum Ranggawarsita, adapun museum-museum lain seperti
Museum Perjuangan Mandala Bhakti, Museum Jamu Nyonya Meneer, dan Museum Rekor
Indonesia (MURI).
Sebelum baca-baca part terakhir kali ini,
alangkah afdhol-nya dibuka-buka dulu part sebelumnya. Silakan…
Museum Ranggawarsita Part 1
Museum Ranggawarsita Part 2
Males buka? Hemat kuota? Mau langsung baca
part terakhirnya aja? Boleh.
Perlu diketahui, bahwa di Museum
Ranggawarsita mempunyai 4 gedung koleksi tetap yang keseluruhan terdapat masing-masing
2 lantai (kecuali gedung A yang entah kenapa ditutup lantai 2 nya). Tetapi,
untuk menyusuri gedung demi gedung, pengunjung tidak harus keluar-masuk melalui
pintu tiap-tiap gedung. Di lantai 1 bahkan lantai 2, semua gedung terhubung.
Gedung
D lantai 2
Menampilkan aneka macam koleksi benda dan
peralatan kesenian.
Di Kota Semarang, menjelang bulan Ramadhan
selalu diadakan suatu tradisi yang disebut dugderan. Dalam acara dugderan tak pernah luput oleh
adanya warak, aneka mainan masak-masakan dari gerabah, dan celengan dari tanah
liat. Koleksi-koleksi tersebut juga ada di ruangan ini.
Masih bicara tentang Kota Semarang, ada
sebuah benda bernama gamelan pakurmatan, fungsinya untuk mengiringi ‘pawiwahan’
(pertemuan) menyambut tamu agung di pendopo kanjengan oleh Bupati-bupati
Semarang tempo dulu.
Kesenian lain adalah pertunjukan wayang. Wayang
sendiri terbagi lagi menjadi berbagai macam nama / jenisnya sesuai dengan bahan
dan fungsinya. Salah satu contohnya yaitu wayang kulit yang mendapat
penghargaan UNESCO sebagai warisan dunia The Masterpiece of Oral and Intangible
Heritage of Humanity 7 November 2003.
Koleksi wayang-wayang di sini hampir mirip
juga dengan yang ada di ruang wayang Museum Sonobudoyo Yogyakarta.
Di ujung dekat tangga turun ke gedung D
lantai 1, terdapat sebuah kesenian yang menarik perhatian. Antara serem dan
mistis. Seperti kesenian barongan, reog, atau apalah namanya. Sayangnya tidak
ada keterangan di sana.
Di sebelahnya ada koleksi bernama Nini
Thowok. Nini thowok merupakan seni hiburan yang bersifat magis karena
berhubungan dengan kekuatan supranatural. Cara menggunakannya yaitu dengan
sesaji dan mantra tertentu. Antara percaya dan nggak percaya sih…
Kalau di Museum Tani Jawa di Bantul,
Yogyakarta, juga mengenal benda ini tetapi namanya Nini Thowong. Mungkin sejenis.
Gedung
D lantai 1
Salah satu koleksi di ruang ini yaitu koleksi
numismatik dan heraldik.
Koleksi numismatik yaitu berupa benda-benda
seperti koin, uang kertas, dan token yang pernah beredar dan digunakan oleh
masyarakat. Koleksi numismatik sebagian besar berasal dari masa
kerajaan-kerajaan Indonesia kuna, masa kolonial, hingga masa kemerdekaan
Indonesia.
Sedangkan koleksi heraldik yaitu lambang-lambang
seperti medali / tanda jasa, cap / stempel.
Selain itu juga terdapat koleksi hibah. Sepeda
pos yang ada tempat keranjang yang berfungsi untuk mengantarkan paket atau
benda-benda pos. Sepeda pos ini adalah hibah dari PT. POS Indonesia, 19-7-2000.
Koleksi hibah yang sepertinya rumit adalah
relief Ramayana yang diukir pada kayu jati. Menceritakan adegan Ramayana yaitu
saat Sinta mengejar Kijang Kencana Emas di hutan kemudian diculik Rahwana dibawa
ke negeri Alengkadiraja dan dihalangi burung garuda.
Adapun beberapa senjata dari beberapa daerah
seperti keris dengan beraneka bentuk, kapak Mentawai, badik dari Banten, gobang
/ golok dari DKI Jakarta, kapak Irian, dan lain-lain.
Persis di depan pintu masuk ada miniatur
Menara Masjid Kudus. Menara ini satu komplek dengan Masjid Kudus di Desa Kauman
Kabupaten Kudus. Kalian sudah pernah ke sana belum? Saya kok belum pernah ya?
:D
Di belakangnya ada beberapa koleksi pakaian
pengantin dari berbagai daerah seperti Semarangan, Kudus, dan lain-lain. Hayooo,
kamu sudah nikah belum?
Dan ruangan terakhir yaitu…
Ruang
Emas
Ruang pameran tetap koleksi emas baru
diresmikan pada hari Senin tanggal 14 Oktober 1996.
Bangsa-bangsa di Asia mengenal emas sejak 3.000
tahun SM. Pemakaian perhiasan memiliki tujuan bermacam-macam mulai dari simbol religious;
untuk melengkapi pakaian adat dalam upacara keagamaan, memberi kekuatan magis,
hingga semata-mata berfungsi praktis; sebagai simbol status sosial, penampilan,
dan kewibawaan.
Akhirnya selesai sudah perjuangan panjang
keliling Museum Ranggawarsita serta mengulasnya dalam bentuk blog. Saya kasih
tahu ya, tulisan ini nggak lengkap, alias masih banyak banget koleksi-koleksi
di Museum Ranggawarsita yang memang sengaja nggak dicantumkan. Kalau kalian
penasaran lebih baik kunjungi langsung museumnya.
Nggak ada salahnya kan jalan-jalan ke museum?
Selain murah meriah, juga bisa menambah wawasan. Masa’ kalah sama anak-anak SD
yang semangat berkunjung ke museum? (Iya, anak-anak SD yang didampingi gurunya).
Ayo ke museum!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih dan selamat datang kembali :)