Kamis, 17 Desember 2015

Jejak Perjuangan TNI AD di Museum Mandala Bhakti


Hari Selasa (15/12/2015) sepertinya adalah hari yang baik untuk mbolos kerja (uups, jangan ditiru ya :D). Pasalnya hari itu adalah satu hari sebelum berakhirnya Pameran Alutsista di Museum Mandala Bhakti Semarang.

Sumber dari sini

Sebagai warga kelahiran asli Semarang, saya merasa kurang update. Kenapa? Karena baru akhir-akhir ini tahu bahwa Mandala Bhakti adalah sebuah museum perjuangan yang dibuka untuk umum. Meski letaknya berseberangan langsung dengan monument Tugu Muda, museum ini sepi pengunjung (jika tidak sedang ada acara). Mungkin masyarakat umum sering menganggap museum adalah sebuah tempat yang singup.

Museum Mandala Bhakti berada di sisi selatan bundaran Tugu Muda atau tepatnya di Jl. Mgr Sugiyopranoto No. 1 Semarang. Meski dari luar tampak bangunannya masih berdiri kokoh, tapi saya akui kesan seram masih sedikit terasa jika memasuki ruangan-ruangan yang ada di dalamnya. Waktu saya ke sana, masih dalam acara Pameran Alutsista oleh Kodam IV / Diponegoro jadi pengunjung yang memasuki gedung museum lumayan banyak.

Bangunan ini pertama kali dirancang sebagai Raad van Justitie atau Pengadilan Tinggi bagi golongan rakyat Eropa di Semarang sekitar tahun 1930-an. Kemudian ketika Belanda jatuh dan diambil alih oleh Jepang, digunakan sebagai markas polisi militer Jepang. Dan setelah Indonesia merdeka sekitar tahun 1950-an bangunan ini pernah digunakan oleh Kodam IV Diponegoro sebagai Markas Besar Komando Wilayah Pertahanan II. *dikutip dari http://wisatajateng.com/semarang/wisata/museum-mandala-bhakti

Pada tanggal 1 Mei 1985 gedung ini diresmikan menjadi Museum Mandala Bhakti oleh Panglima Kodam VII / Diponegoro Mayjen TNI Soegiarto. Dan pada tanggal 1 April 1987 Museum Perjuangan Kodam IV / Diponegoro Mandala Bhakti secara resmi dibuka untuk umum oleh Panglima Kodam IV / Diponegoro Mayjen TNI Setijana.

Gedung ini terdiri dari dua lantai yang masing-masing lantainya memiliki serambi yang mirip lorong-lorong untuk menghubungan ruangan yang satu dengan ruangan yang lain. Dari pintu masuk yang menghadap ke utara, pengunjung sebaiknya mengikuti alur yang sudah tersedia. Atau dimulai dari ruang pengantar (yang berada di sebelah barat tangga menuju lantai 2) terlebih dahulu. Ruang pengantar ini bukan ruangan tour guide. Catat! (apa cuma saya doang nih yang mengira bakalan ditemenin tour guide di museum ini? Hihii :D)


Di ruang pengantar, ada sebuah etalase yang berisi unit proklamasi. Berisi bendera merah putih, mikrofon dan radio yang digunakan untuk menyiarkan proklamasi pertama kali di Semarang melalui masjid besar Semarang, serta bambu runcing yang menjadi senjata tradisional kebanggaan bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah.


Di pojok barat adalah ruang Jatmu (senjata dan amunisi). Keris, rencong, tombak, busur, dan bambu runcing ada di salah satu etalase ruangan ini. Kemenangan pertempuran tidak dapat diukur oleh keunggulan persenjataan semata-mata, tetapi banyak ditentukan oleh jiwa dan semangat juangnya.


Tidak hanya senjata tradisional saja, di dalam ruang perkembangan senjata dan amunisi terdapat pistol genggam, senjata laras panjang, granat, berbagai jenis peluru, serta ranjau.


Alat komunikasi juga penting untuk mempertahankan kemerdekaan. Contohnya pesawat Racal buatan Inggris yang digunakan untuk operasi-operasi pemulihan keamanan daerah rawan di wilayah NKRI, pengamanan perbatasan, dan untuk komunikasi penanggulangan bencana alam. Masih digunakan sampai sekarang.


Ruang berikutnya adalah Gamad (seragam Angkatan Darat). Di dalam ruangan ini sangat lengang, hanya terdiri dari beberapa etalase yang memajang seragam-seragam pada masa penjajahan. Contohnya seragam Pembela Tanah Air (PETA), seragam HEIHO, seragam dinas upacara (PDU), seragam polisi militer AD, dan lain sebagainya. Yang paling menarik adalah pakaian goni yang pernah dipakai para pejuang dan penduduk pada masa penjajahan Jepang.


Ruangan paling banyak yaitu ruang peristiwa. Sebagai warga negara Indonesia yang menghargai jasa para pahlawan serta warga kota Semarang (pada khususnya) tentunya sudah kenal dong dengan Pertempuran 5 Hari di Semarang? Nah, itu adalah satu peristiwa yang tercantum di dalam ruang peristiwa Museum Mandala Bhakti. Selain itu juga ada pertempuran di Ambarawa, Magelang, Yogyakarta, dan masih banyak lagi yang lainnya. Dilengkapi dengan kronologi peristiwa, peta, foto-foto, alat komunikasi, serta senjata yang digunakan.


Masih berhubungan sama Alutsista nih, di Museum Mandala Bhakti juga ada sebuah ruang kendaraan / senjata berat. Terdapat senjata semacam basoka, kendaraan tempur dengan senapan, serta mobil komunikasi.
Pertanyaannya, bagaimanakah cara memasukkan mobil-mobil tersebut ke dalam gedung tertutup? :D


Di lantai satu Museum Mandala Bhakti dilengkapi juga dengan Perpustakaan, Mushola, serta toilet.


Naik ke lantai dua, akan disambut oleh patung Panglima Besar Sudirman. Di seberangnya juga terdapat kendi manunggal TNI – Rakyat yang ukurannya sangat besar.



Ada sebuah ruangan yang memasang foto para pahlawan revolusi seperti Ahmad Yani, S. Parman, R. Suprapto, dan lain-lain. Ada pun meja dan kursi tamu yang pernah digunakan oleh Letkol Ahmad Yani saat menjabat komandan gerakan banteng nasional di Slawi.


Dua buah mini rama juga menjadi koleksi Museum Mandala Bhakti. Menggambarkan ribuan jiwa rakyat yang tidak berdosa menjadi korban keganasan PKI pada tahun 1948. Satunya menggambarkan pengambilan jenazah 7 jenderal yang disiksa dan dibunuh di lokasi sumur maut Lubang Buaya Jakarta yang dikenal dengan G 30 S / PKI.



Di dalam ruang penumpasan G 30 S / PKI ada benda-benda hasil oprasi / hasil sitaan pada waktu penumpasan PKI seperti bendera PKI, buku-buku komunis, alat cungkil mata, pentung, ikat kepala, dan lain-lain.


Setelah melihat yang serem-serem, berikutnya saya beranjak ke ruang satsikmil. Ruangan ini berisi alat-alat musik militer yang mempunyai besar yang besar dalam pelaksanaan upacara-upacara. Alat musik tersebut berupa trompet, tenor, clarinet, sax saupran.


Di sudut terakhir, terdapat sebuah etalase yang memajang meja bedah lapangan beserta peralatan-peralatan (yang sepertinya masih komplit). Meja ini berbentul meja lipat dan bersifat portable, digunakan untuk melakukan operasi bedah pasien / prajurit yang mengalami luka pada saat pertempuran.


Di dalam posting ini saya tidak menjelaskan keseluruhan ruangan di dalam museum. Jadi, jika ingin mengetahui lebih detail tentang Museum Perjuangan Mandala Bhakti bisa lho mengunjunginya langsung. Waktu itu, saya tidak dipungut biaya sepeser pun alias gratis.

Datanglah ke Museum Perjuangan Mandala Bhakti untuk membuktikan pepatah “bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai jasa pahlawannya”.

Kendaraan tempur di luar gedung museum

2 komentar:

  1. Mirip museum Dirgantara Jogja ya :-) Heeee

    BalasHapus
    Balasan
    1. Belum pernah ke Museum Dirgantara. InsyaAllah suatu saat nanti :D

      Hapus

Terima kasih dan selamat datang kembali :)