Hari Selasa (15/12/2015) sepertinya adalah
hari yang baik untuk mbolos kerja (uups, jangan ditiru ya :D). Pasalnya hari
itu adalah satu hari sebelum berakhirnya Pameran Alutsista di Museum Mandala
Bhakti Semarang.
Sumber dari sini |
Sebagai warga kelahiran asli Semarang, saya
merasa kurang update. Kenapa? Karena
baru akhir-akhir ini tahu bahwa Mandala Bhakti adalah sebuah museum perjuangan
yang dibuka untuk umum. Meski letaknya berseberangan langsung dengan monument Tugu
Muda, museum ini sepi pengunjung (jika tidak sedang ada acara). Mungkin masyarakat
umum sering menganggap museum adalah sebuah tempat yang singup.
Museum Mandala Bhakti berada di sisi selatan
bundaran Tugu Muda atau tepatnya di Jl. Mgr Sugiyopranoto No. 1 Semarang. Meski
dari luar tampak bangunannya masih berdiri kokoh, tapi saya akui kesan seram
masih sedikit terasa jika memasuki ruangan-ruangan yang ada di dalamnya. Waktu saya
ke sana, masih dalam acara Pameran Alutsista oleh Kodam IV / Diponegoro jadi
pengunjung yang memasuki gedung museum lumayan banyak.
Bangunan ini pertama kali dirancang sebagai
Raad van Justitie atau Pengadilan Tinggi bagi golongan rakyat Eropa di Semarang
sekitar tahun 1930-an. Kemudian ketika Belanda jatuh dan diambil alih oleh
Jepang, digunakan sebagai markas polisi militer Jepang. Dan setelah Indonesia
merdeka sekitar tahun 1950-an bangunan ini pernah digunakan oleh Kodam IV Diponegoro
sebagai Markas Besar Komando Wilayah Pertahanan II. *dikutip dari http://wisatajateng.com/semarang/wisata/museum-mandala-bhakti
Pada tanggal 1 Mei 1985 gedung ini diresmikan
menjadi Museum Mandala Bhakti oleh Panglima Kodam VII / Diponegoro Mayjen TNI
Soegiarto. Dan pada tanggal 1 April 1987 Museum Perjuangan Kodam IV /
Diponegoro Mandala Bhakti secara resmi dibuka untuk umum oleh Panglima Kodam IV
/ Diponegoro Mayjen TNI Setijana.
Gedung ini terdiri dari dua lantai yang
masing-masing lantainya memiliki serambi yang mirip lorong-lorong untuk
menghubungan ruangan yang satu dengan ruangan yang lain. Dari pintu masuk yang
menghadap ke utara, pengunjung sebaiknya mengikuti alur yang sudah tersedia. Atau
dimulai dari ruang pengantar (yang berada di sebelah barat tangga menuju lantai
2) terlebih dahulu. Ruang pengantar ini bukan ruangan tour guide. Catat! (apa cuma saya doang nih yang mengira bakalan
ditemenin tour guide di museum ini? Hihii :D)
Di ruang pengantar, ada sebuah etalase yang
berisi unit proklamasi. Berisi bendera merah putih, mikrofon dan radio yang
digunakan untuk menyiarkan proklamasi pertama kali di Semarang melalui masjid
besar Semarang, serta bambu runcing yang menjadi senjata tradisional kebanggaan
bangsa Indonesia dalam mengusir penjajah.
Di pojok barat adalah ruang Jatmu (senjata
dan amunisi). Keris, rencong, tombak, busur, dan bambu runcing ada di salah
satu etalase ruangan ini. Kemenangan pertempuran tidak dapat diukur oleh
keunggulan persenjataan semata-mata, tetapi banyak ditentukan oleh jiwa dan
semangat juangnya.
Tidak hanya senjata tradisional saja, di dalam
ruang perkembangan senjata dan amunisi terdapat pistol genggam, senjata laras
panjang, granat, berbagai jenis peluru, serta ranjau.
Alat komunikasi juga penting untuk mempertahankan
kemerdekaan. Contohnya pesawat Racal buatan Inggris yang digunakan untuk
operasi-operasi pemulihan keamanan daerah rawan di wilayah NKRI, pengamanan perbatasan,
dan untuk komunikasi penanggulangan bencana alam. Masih digunakan sampai
sekarang.
Ruang berikutnya adalah Gamad (seragam
Angkatan Darat). Di dalam ruangan ini sangat lengang, hanya terdiri dari
beberapa etalase yang memajang seragam-seragam pada masa penjajahan. Contohnya seragam
Pembela Tanah Air (PETA), seragam HEIHO, seragam dinas upacara (PDU), seragam
polisi militer AD, dan lain sebagainya. Yang paling menarik adalah pakaian goni
yang pernah dipakai para pejuang dan penduduk pada masa penjajahan Jepang.
Ruangan paling banyak yaitu ruang peristiwa.
Sebagai warga negara Indonesia yang menghargai jasa para pahlawan serta warga
kota Semarang (pada khususnya) tentunya sudah kenal dong dengan Pertempuran 5
Hari di Semarang? Nah, itu adalah satu peristiwa yang tercantum di dalam ruang
peristiwa Museum Mandala Bhakti. Selain itu juga ada pertempuran di Ambarawa,
Magelang, Yogyakarta, dan masih banyak lagi yang lainnya. Dilengkapi dengan kronologi
peristiwa, peta, foto-foto, alat komunikasi, serta senjata yang digunakan.
Masih berhubungan sama Alutsista nih, di Museum
Mandala Bhakti juga ada sebuah ruang kendaraan / senjata berat. Terdapat senjata
semacam basoka, kendaraan tempur dengan senapan, serta mobil komunikasi.
Pertanyaannya, bagaimanakah cara memasukkan mobil-mobil
tersebut ke dalam gedung tertutup? :D
Di lantai satu Museum Mandala Bhakti
dilengkapi juga dengan Perpustakaan, Mushola, serta toilet.
Naik ke lantai dua, akan disambut oleh
patung Panglima Besar Sudirman. Di seberangnya juga terdapat kendi manunggal
TNI – Rakyat yang ukurannya sangat besar.
Ada sebuah ruangan yang memasang foto para
pahlawan revolusi seperti Ahmad Yani, S. Parman, R. Suprapto, dan lain-lain. Ada
pun meja dan kursi tamu yang pernah digunakan oleh Letkol Ahmad Yani saat menjabat
komandan gerakan banteng nasional di Slawi.
Dua buah mini rama juga menjadi koleksi Museum
Mandala Bhakti. Menggambarkan ribuan jiwa rakyat yang tidak berdosa menjadi korban
keganasan PKI pada tahun 1948. Satunya menggambarkan pengambilan jenazah 7 jenderal
yang disiksa dan dibunuh di lokasi sumur maut Lubang Buaya Jakarta yang dikenal
dengan G 30 S / PKI.
Di dalam ruang penumpasan G 30 S / PKI ada
benda-benda hasil oprasi / hasil sitaan pada waktu penumpasan PKI seperti
bendera PKI, buku-buku komunis, alat cungkil mata, pentung, ikat kepala, dan
lain-lain.
Setelah melihat yang serem-serem, berikutnya
saya beranjak ke ruang satsikmil. Ruangan ini berisi alat-alat musik militer
yang mempunyai besar yang besar dalam pelaksanaan upacara-upacara. Alat musik
tersebut berupa trompet, tenor, clarinet, sax saupran.
Di sudut terakhir, terdapat sebuah etalase
yang memajang meja bedah lapangan beserta peralatan-peralatan (yang sepertinya
masih komplit). Meja ini berbentul meja lipat dan bersifat portable, digunakan
untuk melakukan operasi bedah pasien / prajurit yang mengalami luka pada saat
pertempuran.
Di dalam posting ini saya tidak menjelaskan
keseluruhan ruangan di dalam museum. Jadi, jika ingin mengetahui lebih detail
tentang Museum Perjuangan Mandala Bhakti bisa lho mengunjunginya langsung. Waktu
itu, saya tidak dipungut biaya sepeser pun alias gratis.
Datanglah ke Museum Perjuangan Mandala
Bhakti untuk membuktikan pepatah “bangsa yang besar adalah bangsa yang
menghargai jasa pahlawannya”.
Kendaraan tempur di luar gedung museum |
Mirip museum Dirgantara Jogja ya :-) Heeee
BalasHapusBelum pernah ke Museum Dirgantara. InsyaAllah suatu saat nanti :D
Hapus