“Somewhere
between October and December, I always have my own special month called
remember”
Laju kendaraan dengan gagah membelah
Gunung Merbabu di utara dan Gunung Merapi di selatan. Perjalanan ini berpangkal
dari Kota Boyolali, dengan kontur jalan yang sangat tidak manusiawi. Ah, saya hanya
perempuan biasa pengendara motor matic.
Tempias gerimis semakin memberondong. Entah
di kelokan keberapa puluh, derasnya hujan mengiringi perjalanan saya menuju Candi
Ngawen, tidak cukup terkenal daripada Candi Borobudur. Rintik gerimis masih
menaungi langit kabupaten Magelang, rerumputan di kompleks candi hijau basah
sepanjang mata memandang. Hujan ini menyegarkan.
Sambil memandang takjub bangunan pada
zaman Kerajaan Mataram Kuno, ditemani bapak penjaga, beliau memberikan informasi
tentang beberapa candi yang ada di Kabupaten Magelang. Seketika mata saya
berbinar. Wah, ternyata Kabupaten Magelang tidak kalah menarik dibandingkan
Jogjakarta.
Di Minggu kedua bulan November, hujan
ini membawa kabar baik. Saya sebelumnya tidak tertarik belajar sejarah. Jangan tanyakan
tentang kalamakara, kinara-kinari, atau jaladwara. Karena saya baru mengenal
istilah itu setelah mengetahui sendiri ‘oh ini yang namanya yoni?’
Bersamaan dengan hujan yang mulai reda,
hatiku mengembang. Perjalanan ini tidak hanya menguras tenaga, tetapi sebuah
pembelajaran. Bahwa bahagia tidak melulu tentang canda tawa. Sebenar-benarnya
kebahagiaan adalah perihal kepuasan batinmu.
Tulisan ini diikutsertakan
Giveaway November Rain presented by Keina Tralala
Aku mulai belajar candi sekitar tahun 2008, pas akhir2 masa kuliah karena "keasyikan" motret candi-candi di Jogja-Jateng.
BalasHapusSekarang Candi Ngawen udah ada bangkunya ya. Tapi emang taman di Candi Ngawen itu yang paling asri sih menurutku.
Aku malah belum pernah ke candi ini :-(
BalasHapusWih, jadi pengen ngeliat candi-candi di Magelang:33
BalasHapussuatu saat saya ingin ke candi Ngawen. Makasih infonya
BalasHapus