Entah waktu itu saya yang kurang kerjaan
atau gimana. Jam 11 siang ke gunung ngapain? Hahahaa. Dan benar saja, cuma saya
doang pengunjungnya siang itu. Bener-bener berasa milik sendiri.
Dipilihlah tujuan siang itu (16 Agustus
2015) ke Gunung Ireng. Karena selain faktor penasaran, juga dekat dari rumah
saudara. Gunung Ireng merupakan bukit tertinggi yang berada di Padukuhan
Srumbung, Desa Pengkok, Kecamatan Patuk, Gunung Kidul, Yogyakarta.
Gunung Ireng, nama ini berasal dari bahasa
jawa yang artinya gunung hitam, karena gunung ini berasal dari bebatuan yang
berwarna hitam yang membentang dari Timur ke Barat. Gunung Ireng juga sering
disebut Gunung Botak karena tidak ada pohon yang tumbuh di sekitar gunung.
(Kok tau? Iya lah, saya baca di sejarah
singkatnya kok :P)
Rute kalau dari Bukit Bintang naik menuju
perempatan Patuk, belok kanan lewat jalan di samping Polsek Patuk. Lurus hingga
menemukan pertigaan pertama, ambil jalan turunan (di sini sudah ada papan
petunjuk menuju Gunung Ireng 5 km lagi). Jangan belok-belok sampai menemukan
perempatan yang di tengahnya ada patung Semar lalu belok kanan. Tinggal ikuti
saja petunjuknya, banyak terpasang di pinggiran jalan.
Akses jalan menuju Gunung Ireng sudah
beraspal bagus, hanya saja ada jalan yang kurang lebih 2 km sudah rusak dan
berbatu.
Jika menggunakan kendaraan roda dua, bisa
parkir di depan rumah warga. Dengan membayar Rp 2.000,- beserta tiket masuk Rp
3.000,- Setelah itu jalan kaki menuju puncak.
Dari puncak Gunung Ireng kita bisa melihat hamparan
sawah-sawah dan rumah penduduk sekitar. Deretan pegunungan juga menjadi
pemandangan yang elok dipandang mata. Mungkin waktu terbaik untuk berkunjung
adalah sore hari pada saat matahari terbenam.
Untuk membuat tempat wisata ini tetap indah
dan terhindar dari vandalism, didirikan sebuah papan ekspresi oleh KKN UST
2015. Jadi di papan itu, pengunjung bisa menuliskan apa saja yang pengen ia
tulis, asalkan positif. Kece juga ya idenya :D
Jika lelah dan kepanasan, ada gazebo yang
lumayan besar untuk sekedar beristirahat sambil melihat-lihat pemandangan yang
mungkin tidak akan dijumpai di kota.
Setelah jeprat-jepret dan istirahat sejenak,
perjalanan dilanjutkan kembali. Masih di sekitar Gunung Ireng, saya mencoba
menyusuri jalan setapak yang ditunjukkan oleh papan hijau yang terpasang.
Siapa sangka, di Gunung Ireng juga terdapat
beberapa batuan yang unik. Tersebutlah sebuah bongkahan batu besar yang bernama
Watu Numpang. Dari atas, saya sempat berpikiran “numpang apaan? Biasa aja gini
kok”, setelah dilihat dari dekat baru sadar “oh, ternyata bawahnya langsung
jurang”.
Ada juga yang namanya Watu Lafadz Allah.
Bentuknya seperti sebuah kaligrafi yang membentuk tulisan “Allah” dengan huruf
Hijaiyah. Semakin jauh jarak pandang mengamati watu tersebut, mungkin semakin
jelas tulisannya. Sayangnya, tak jauh dari situ sudah jurang.
Di bawahnya kaligrafi lafadz Allah adalah
Watu Lumpang yang (katanya) merupakan cekungan kecil berjumlah 5 buah. Saya
sendiri pun nggak ngeh dengan ini.
Yang lainnya adalah Watu Tapak Kaki dan
Sendang Ayu. Untuk yang Sendang Ayu, saya tidak menemukannya karena jalan
menuju tempat itu sangat-sangat ekstrim, berbatu dan jurang.
Sudah cukup puas dan cukup kepanasan,
akhirnya saya pulang.
Eh nggak langsung pulang dong, melainkan
mampir dulu ke Jurug Gede.
Mungkin lain kali jika diizinkan untuk
mengunjungi Jogja kembali dan diberi mood
jalan-jalan yang bagus, saya akan mengunjungi Bukit Bucu. Ada yang mau
ngajak? Hehee :D
wah keceh badai mbak mantap.......
BalasHapusTerbayar sudah rasa cape naik ke puncak gunung,,,setelah liat viewnya yang indah
BalasHapusMy trip to gunung ireng Srumbung Pengkok Patuk Gunungkidul
BalasHapusMy trip to gunung ireng Srumbung Pengkok Patuk Gunungkidul
BalasHapus