Untuk teman masa kecilku,
"Kalau pernah
jadi teman, sampai kapanpun dia adalah teman. Jika ia tidak menyukaiku, sebisa
mungkin aku tetap menyukainya."
Jalan kita sudah semakin terpisah,
kawan. Tidak seperti dulu lagi saat kita mengecap manisnya masa kanak-kanak.
Aku ingat pertama kali mengenalmu di kelas nol besar. Kita suka sekali duduk di
bangku warna biru. Setiap pagi kita memilih bangku yang itu-itu saja. Kadang,
aku sedih jika berangkat sekolah terlambat dan harus rela mendapatkan tempat
kosong di bangku warna hijau. Aku tidak mengenal mereka-mereka layaknya
mengenal kalian di kelompok biru. Kau tahu, mereka terlalu dingin dan nakal,
hehee. Sssttt, tapi jangan bilang-bilang ya pada mereka. Ini rahasia kita.
Apalagi kelompok merah, sebisa mungkin menghindarinya. Kamu pun juga bersepakat
denganku akan hal ini.
Rahasia-rahasia kecil macam itulah yang
membuat kita selalu bersama. Kadang berangkat sekolah bersama, lebih seringnya
pulang sekolah sama-sama. Walaupun rumah kita beda jalur. Kadang aku memutar
lewat dekat rumahmu, kadang pula kamu yang lewat dekat rumahku. Asyik ya? Kita
bagai amplop dan perangko yang tak terpisahkan.
Tapi kamu tetap sahabat baikku kok
walaupun sekarang kita tak pernah bertukar sapa. Bertemu pun sudah sangat
jarang. Aku tahu kamu sibuk, aku juga sibuk. Sibuk menata pikiran bahwa kau
masih menganggapku sahabat.
"Hadirnya
seorang sahabat adalah cara Tuhan menyampaikan bahwa kita tak akan bisa hidup
sendiri."
Dulu, hampir setiap hari kita bertemu. Mengerjakan PR atau sekedar ngobrol apa saja semau mulut ingin bicara. Setiap Minggu kamu menyempatkan ke rumahku setelah beribadah ke gereja, dan aku sering mengunjungi rumahmu sehabis sholat Maghrib. Aku bahkan masih ingat ketika pertama kali mengajarimu bersepeda. Aku pengen ketawa terpingkal-pingkal ketika tiba-tiba saja kamu ngambek nggak mau bersepeda lagi. Ternyata aku bukan pelatih sepeda yang handal, karena membuatmu jatuh di selokan. Maafkan aku kawan, tapi aku tidak akan pernah melupakan setiap kejadian bersamamu. Sampai sekarang pun mungkin kamu belum bisa bersepeda. Ah, tapi sudah jago mengendarai sepeda motor kan?
Masa-masa sekolah yang indah ya, kawan. Tanpa keributan, tanpa pertikaian yang serius. Meskipun aku berteman dekat dengan orang-orang yang berbeda, kamu masih tetap sahabat baikku.
Sungguh, aku tidak bisa membencimu
meskipun kamu pernah berpacaran dengan pacarku. Bahkan, lelakimu yang itu
merebutmu dariku. Kamu, sahabat baikku, yang hilang sejak lelaki itu hadir di
hidupmu. Kamu seolah menghindari semua pertemuan yang pernah kita jalin dulu.
Kamu tak pernah lagi singgah ke rumahku, dan aku malas setiap kali ke rumahmu.
Selalu saja sudah temu janji dengan lelakimu.
Inget ya, aku nggak cemburu kok.
Sungguh. Sudah hampir 5 tahun kita bukan kita yang dulu. Kamu dengan lelakimu
hebat, pacaran selama itu meskipun beda agama. Semoga langgeng ya. Semoga pula
lelakimu tidak meninggalkanmu demi perempuan lain karena dia sudah
meninggalkanku demi kamu.
Hmmm, sebenarnya masih banyak yang
ingin kutulis tentang kenangan-kenangan kebersamaan kita. Terlalu banyak malah
yang telah kita ukir selama bertahun-tahun. Tapi ya sudahlah, lain kali aku
menulis surat lagi untukmu. Tagih aku ya kalau aku lupa.
Oh ya, semoga kau menemukan jalan
kembali ke sahabatmu ini.
Dari aku yang pernah kau sebut sahabat.
Yang lalu kau tinggalkan begitu saja
demi seseorang yang kau juluki pacar.
Aku mencintaimu beserta persahabatan
kita (dulu).
Dibuat untuk #30HariMenulisSuratCinta
Hari ke-5
namanya siapaa? biar aku cc trus baikan lagiii
BalasHapussemangaaattttt ya nulisnyaaa