Untukmu,
Seseorang yang hanya bisa kusebut
‘kamu’
Meskipun kenyataannya ingin kueja
dengan kata ‘sayang’
dalam cerita hidupku…
Terlalu klasik rasanya jika harus menanyakan
kabarmu secepat ini. Coba tengok ponselmu, sudah berapa hari aku tak
menghubungimu? Benar, baru 4 hari terakhir kau bilang baik-baik saja. Apakah pantas
jika aku selalu menanyakan kabarmu?
Terlalu buruk juga sepertinya jika tak ada
sapaan untuk sebuah pengantar kalimat rinduku untukmu. Baiklah, selamat pagi
kamu. Iya, kamu yang masih ada dalam benakku tanpa bisa kuhapus untuk kesekian
kalinya. Semoga hari-harimu menyenangkan.
Apakah kau baik-baik saja tanpaku? Ah tentu
saja. Bahkan kau sudah tak peduli lagi atas permintaanku untuk menjadi
kekasihmu (lagi) beberapa bulan yang lalu. Benar kan?
Tentu kau tak mau peduli bagaimana aku disini berharap
bayangmu menemani sepiku. Aku tak menuntutmu sedikitpun untuk menerimaku
(kembali). Hanya saja aku yang terlalu bodoh masih mengharapkanmu, berpikir
kelak kau akan menerimaku (kembali) sebagai kekasihmu bukan sekedar penghias masa
lalu.
Hei, maukah kau memberi tahuku bagaimana caramu
melalui hari-hari tanpaku? Tentu bukan hal yang susah karena aku bukanlah
siapa-siapa lagi bagimu. Tapi bagaimana denganku yang masih menyimpan rasa itu
rapat-rapat? Ah, aku hampir putus asa dengan semua sayang yang ku punya ini
untukmu.
Kadang kau lambungkan perasaan ini terlalu
tinggi. Kadang pula kau hempaskan begitu kerasnya dengan pengabaian. Sayang,
aku juga punya perasaan yang sama denganmu bahkan lebih sensitif untuk seorang perempuan
sepertiku.
Sejak aku mulai berani menjalin komunikasi (lagi)
denganmu, sejak itu pula aku merasa perlahan-lahan mulai terbuka serpihan luka.
Hingga kini sudah menganga akibat jalinan pertemanan ini.
Kau tahu tidak bagaimana usahaku untuk tetap menjalin
hubungan baik denganmu tanpa merasa perih? Aku menahan setiap egoku yang
memuncak ingin menutup rasa penasaran dalam dada. Menolak setiap rasa cemas tanpa
hadirmu di sosial media. Namun sayang, aku tak mampu membendungnya setiap hari.
Mungkin satu-satunya cara yang bisa meredakan
emosiku adalah kabarmu. Mau kah kau membalas semua pesan singkatku jika aku
sedang merindukanmu?
Baiklah, aku terima jika memang cintaku ini
hanyalah bertepuk sebelah tangan. Asalkan kau memberi alasan yang masuk akal
agar bisa kuterima sebagai wujud ikhlasku melepasmu. Tolonglah, jangan diam
dengan alasan tidak mau menyakitiku. Aku cukup tegar untuk menerima segala
penolakanmu.
Pertanyaanku untukmu,
“Kau terlalu kuat dengan daya pikat seperti apa
hingga menjadikanku susah untuk melupakanmu?” atau “Aku yang terlalu lemah
menghadapimu sebagai seseorang yang pernah menemani sekian bulan kebersamaan
kita?”
Entahlah.
Dengan cinta,
Seseorang yang (pernah) melengkapi hidupmu
empat tahun yang lalu
Seseorang yang (masih) menyerahkan hidupnya
untuk menunggumu
Entah sampai kapan…
whak jlep.
BalasHapusini seperti kisah saya :'