“Awalnya aku percaya, jarak hanyalah kilometer pemisah antara dua hati yang sedang bertautan mesra”
Hingga akhirnya aku sadar, jarak pula lah penyebab semua ini terjadi…
Aku Nesa, dan ini ceritaku…
Hari itu tepatnya 19 Desember 2010 saat aku bertemu lagi dengannya. Dia kekasihku, dia yang (pernah) kutambatkan sebagai pelabuhan hatiku. Bahagia tak terkira ketika saat itu tiba, sebuah moment yang sangat ditunggu-tunggu olehku dan olehnya. Pertemuan. Tak ada kata yang sanggup menggambarkan bagaimana perasaanku sesungguhnya. Senang, tentu saja. Bertemu lagi dengannya yang tak bisa kutatap parasnya langsung selama 6 bulan, menjadikan kami saling berpeluk melepas segala kerinduan yang memuncak dan tak ingin berpisah lagi.
Oh ya, kenalkan dia kekasihku, namanya Rafa. Lelaki dengan rambut yang selalu dijabriknya itu membuatku terpesona pada pertemuan pertama, kedua, ketiga, dan kupikir aku selalu terpesona padanya di setiap pertemuan. Bola mata coklat yang unik dengan tatapan tajamnya, kadang membuatku meleleh dalam sekejap. Pengetahuan tentang astonomi yang dimilikinya, membuatku mengenalnya sebagai sosok yang cerdas dibandingkan yang lain. Ah, sepertinya aku terlalu mengenalnya begitu cepat, dan aku benar-benar menjatuhkan hati padanya. Lelaki dengan temperamental tinggi tapi masih memiliki selera humor juga. Meski awalnya dia menentang dan menolak untuk berhubungan jarak jauh denganku, tapi pada akhirnya aku dan dia sanggup menjalani Long Distance Relationship.
Kata orang, LDR itu sebuah hubungan yang rumit, penuh tantangan dan rintangan. Mestinya itu bukan jadi halangan bagi 2 insan yang sedang dilanda asmara. Karena bagaimanapun jauhnya jarak, hati harus bisa tetap berdekatan. Kepercayaan dan komunikasi adalah kunci utama hubungan jarak jauh. Jujur, ini pertama kalinya aku menjalin hubungan jarak jauh / LDR antar pulau. Dan awal dari LDR ku dengan Rafa inilah yang menyebabkan segalanya menjadi complicated.
Akar masalah dari masalah yang bermasalah
Berawal dari kepergianku ke pulau Borneo untuk urusan pendidikan, mengharuskan aku dan Rafa menyesap pahitnya hubungan jarak jauh. Jujur, kami tidak baik-baik saja selama menjadi LDR’ers, khususnya aku (karena ini ceritaku). Hehee…
Tuntutan dari Rafa yang menginginkan aku segera pulang, lama-kelamaan membuatku sedikit jenuh dengan hubungan ini. Harusnya sih jarak bisa dibunuh kalau memang cinta, harusnya. Aku hanya bisa meyakinkan dirinya kalau kami pasti ketemu lagi, tapi nanti setelah aku selesai menimba pengalaman di daerah yang dikenal dengan tambang batu baranya. Aku hanya bisa sabar, sabar, dan sabar. Memendam jutaan rasa rindu, kecewa, dan air mata keletihan.
Saat kejenuhan perlahan mulai merambat, aku bertemu dengan Widi. Seperti merasakan cahaya matahari yang hangat kembali setelah terkepung badai berhari-hari. Widi dengan logat khas Jawa campuran Banjar, awalnya membuatku merasa aneh. Sampai akhirnya keramahannya membuatku sedikit melupakan kesedihan. Ya, dia adalah pelangi terbaik yang mampu mewarnai langit yang telah mendung bahkan hujan deras sekalipun. Perlahan aku mulai akrab dengannya. Hingga Widi pun memberanikan diri memintaku untuk menjadi miliknya. Bodohnya aku, aku nggak sanggup menolaknya. Pacaran? Ya, Tentu saja tanpa sepengetahuan Rafa, pacar pertamaku. Sejak saat itu, aku semakin berhati-hati terhadap hubunganku sendiri yang sewaktu-waktu bisa meledak seperti bom. Mengatur strategi supaya nggak ketahuan. Jahat banget ya aku? Iya. Namanya aja perasaan, kadang mulut dan hati suka nggak sinkron.
***
Bertemu Rafa kembali setelah 6 bulan terpisahkan jarak, perbedaan waktu, dan sebuah perjalanan hati (yang masih tersimpan rapi) membuatku menyadari kalau Rafa adalah satu-satunya lelaki yang saat itu aku mau. Aku masih berdiri disini, di depannya, menatap kedua bola matanya yang sayu. Aku menepati janjiku untuk menemuinya setelah setengah tahun berlalu. Kupikir, nyaman dengan Widi membuatku bisa melupakan Rafa yang suka uring-uringan. Nyatanya tidak. Rafa dengan wujud asli seutuhnya mampu memikat hatiku kembali. Ah, bodohnya aku yang masih terombang-ambing saat itu.
Sebuah pengakuan
Aku Nesa, dan aku sadar betul apa yang kulakukan ini adalah sebuah pengkhianatan. Maafkan aku Rafa, aku pernah menduakanmu. Dan untuk Widi, terima kasih sudah menjadi kado terindah di usiaku ke 18 tahun, terima kasih untuk cokelat-cokelat manisnya, percakapan hangat, serta limpahan kasih sayang dan perhatian tulusnya selama aku di perantauan. Nggak semestinya aku mengabaikan begitu saja dengan menyakiti hatimu. Maaf. Tapi, keputusan harus kuambil karena nggak selamanya aku aman dengan hubungan yang rumit ini. Kuputuskan untuk mengakhiri hubungan dengan Widi (masih tanpa sepengetahuan Rafa) dan meneruskan kisah asam manis bersama Rafa.
***
Itu ceritaku, ceritaku bersama 2 orang yang sempat berlomba-lomba memasuki hatiku. 2 orang yang sama-sama memiliki karakter tersendiri untuk mencuri perhatianku. 2 orang yang memiliki pribadi bertolak belakang dan dua-duanya pula yang kupilih. Serakah? Bukan maksud hatiku seperti itu. Serius.
Kata orang, tulang rusuk dan pemiliknya tidak akan pernah tertukar. Dan dari pernyataan itu aku (pernah) menyimpulkan bahwa aku adalah pemilik tulang rusuk Rafa dan Rafa adalah jodohku di masa depan. Karena kupikir, pacaran dengannya sudah melalui beberapa masa sulit dan kami mampu menyelesaikannya.
Tapi semuanya tidak seperti yang kuharapkan. Karena yang terjadi pada kisah cinta, tak pernah ada bahagia tanpa cela. Mimpi-mimpi indah yang setiap hari bermunculan, sekarang tergantikan oleh awan gelap, mendung, hujan deras. Tak terbendung lagi air mataku yang mengalir menangisi dia. Rafa pergi dengan membawa serpihan hatiku yang telah kuserahkan utuh padanya, lalu mengembalikannya berserakan, patah. Rafa pergi meninggalkanku sendiri dalam sepi, tanpa kata. Jauh. Tak tergapai.
Kiranya, aku jadi paham, bahwa karma bisa saja masih berlaku tanpa ada orang yang tahu wujudnya. Kuanggap masa lalu sebagai pedoman gagal yang harus diperbaiki di waktu yang akan datang. Masa lalu hanyalah sekelumit kenangan dan kejadian-kejadian yang (pernah) ada di kehidupan. Hanya pernah ada dan seharusnya hidup harus terus maju, bukan stuck di titik tertentu dalam suatu kotak kenangan.
Nggak selamanya yang kamu pikir jodohmu akan benar-benar menjadi jodohmu kelak. Dan nggak semestinya ketidaknyamanan sesaat digantikan oleh kenyamanan yang semu. Hidup adalah tentang timbal balik apa yang telah kita lakukan, jadi berbuat baiklah jika ingin diperlakukan baik oleh orang lain.
Aku, Nesa.
Aku (masih) bisa bahagia tanpa Rafa. Aku (masih) menyesal menyakiti hati Widi. Dan aku juga masih bisa melanjutkan hidupku sekarang tanpa seorang kekasih di sampingku.
Aku, Nesa.
Seorang perempuan berusia 22 tahun kurang 5 bulan 5 hari. Aku single. Ada yang mau daftar jadi jodohku di masa depan? *eh*
**Tulisan ini diikutsertakan dalam #SayembaraTulangRusukSusu oleh @indrawidjaya
UPDATE : 4 April 2014
Terima
kasih @bukune untuk hadiah pemenang #SayembaraTulangRusukSusu. Hadiahnya sudah
diterima dengan cantik :)
Terima kasih juga untuk sebuah kenangan yang nggak akan terlupakan :)
Pengumuman bisa dilihat di blog nya Bang Indra Widjaya disini
Keren banget..
BalasHapusSemoga cepet dapet jodoh, dan tidak mengulangi hal yang bikin nyakitin org.
Pembawaan penulisannya siiiip banget.
Terima kasih udah baca :)
HapusWuuuooooh pengakuan yang sangat mulia, kak. Jarang loh ada yg begitu.
BalasHapusTerima kasih udah baca :)
HapusKeren!!!!! Pantesan MENANG #SayembaraTulangRusukSusu hadiah'a bagi-bagi yaaaaa =D Segera meluncur buku'a ;)
BalasHapusduh unyu sweet banget loh ya ceritanya ini :3 semoga cepet-cepet dapet tulang rusuknya ya :D
BalasHapuskerenn kak hehe terus sekarang Rafa sama siapa? hehehe
BalasHapus