Hari
ini aku lagi kangen sama salah satu tempat yang bikin aku nyaman dan betah
tinggal disana. Untuk saat ini, mungkin masih jadi satu-satunya tempat yang
paling pas untukku melepas penat dan lelah. Rasanya udah lama banget nggak
menginjakkan kaki di Jogja. Padahal bulan Januari 2014 udah kesana. Lebay ya
aku? Ah nggak ah, biasa aja kok, namanya juga kangen. Nggak ada yang ngelarang
kok :p
Sengaja
aku bikin postingan ini untuk sekedar mengobati dahaga akan kerinduan yang
memuncak pada daerah terpencil nan dingin. Aku mempunyai saudara di daerah
Dlingo, Bantul. Tempatnya sangat terpencil khas pedesaan tapi indah. Udaranya masih
terlalu sejuk jika dibandingan dengan kota kelahiran dan tempat tinggalku
sekarang. Sayangnya, angkutan umum yang biasanya melewati daerah tersebut
seiring berjalannya waktu sudah tersingkirkan oleh kendaraan-kendaraan pribadi.
Sering
aku berjalan-jalan mengelilingi daerah sekitar Patuk – Dlingo – Imogiri. Yang
terlihat di sekeliling hanyalah pohon-pohon yang menjulang tinggi, lebih
tepatnya hutan pinus. Dengan sesekali rumah penduduk yang letaknya agak
berjauhan. Jangan tanya suasanannya di malam hari, karena sudah pasti gelap
gulita.
Baiklah,
sekarang aku bahas mengenai perjalanan yang pernah kutempuh dari Imogiri.
Menurutku, perjalanan dari Imogiri sangatlah mudah. Dari terminal Giwangan,
ambil arah ke Selatan menuju jalan Imogiri Timur. Di sepanjang jalan tersebut
banyak sekali warung-warung di pinggiran yang menjajakan sate klatak. Pada saat
itu, aku belum tahu apa itu yang namanya sate klatak. Jalan-jalan sendirian membuatku
nggak enak kalau harus mampir-mampir. Akhirnya aku melanjutkan perjalanan
dengan rasa penasaran mengenai sate klatak. Aku ingat, waktu itu siang hari,
dan warung-warung itu belum banyak yang buka. Mungkin malam hari jualannya kali
ya?
Perjalanan
pun dilanjutkan hanya berjalan lurus saja mengikuti arah jalan utama. Sampailah
pada pertigaan pasar Imogiri. Dari sini, aku sudah hafal betul jalannya karena
sudah beberapa kali lewat. Kalau ke kiri, maka akan menuju ke makam-makam raja
Imogiri, dan andai saja belok ke kanan akan menuju ke kecamatan Panggang, Gunung Kidul. Baiklah,
anggap saja kita akan menuju ke Pemakaman Imogiri.
Permakaman Imogiri, Pasarean Imogiri
atau Pajimatan Girirejo Imogiri
merupakan kompleks permakaman yang berlokasi di Imogiri, Imogiri,
Bantul,
DI Yogyakarta. Permakaman ini
dianggap suci dan kramat karena yang dimakamkan disini merupakan raja-raja dan
keluarga raja dari Kesultanan Mataram. Permakaman Imogiri
merupakan salah satu objek wisata di Bantul. Makam Imogiri dibangun pada tahun 1632
oleh Sultan Mataram III
Prabu Hanyokrokusumo yang merupakan keturunan dari Panembahan Senopati Raja
Mataram I. Makam ini terletak di atas perbukitan yang juga masih satu gugusan
dengan Pegunungan Seribu. (sumber : Wikipedia)
Baca
namanya aja udah serem ya? Hehee. Niatnya sih aku mau mampir, tapi karena
sendirian (lagi) jadinya beloklah aku ke arah yang lain, menuju taman buah
Mangunan. Asik banget deh riding di
jalanan ini, yakin. Kanan kiri dikelilingi oleh hutan. Karena ini masih ada
matahari, jadinya nggak serem-serem amat. Udaranya masih seger banget, agak
dingin, karena yang lewat jalan ini hanya beberapa kendaraan bermotor saja dan itupun
jarang-jarang. Oh ya, kalau mau coba-coba lewat jalan Imogiri jangan sampai
kehabisan bensin ya? Soalnya jalanannya menanjak.
Apa sih spesialnya berjalan di sepanjang
hutan?
Eitts,
jangan komentar dulu sebelum tahu betul apa yang ada di dalamnya.
Kusebut
ini adalah perjalanan panjang menuju Kecamatan Dlingo. Yang bisa Anda lihat
yaitu jalanan menanjak dengan pohon-pohon yang menjulang. Sampai pada titik
tertentu, coba lihat kebelakang (arah Imogiri) disana nampaklah tangga-tangga
kecil yang diyakini adalah tangga yang ada di komplek makan Imogiri. Walaupun belum
pernah masuk makamnya, setidaknya sudah mengetahui dari kejauhan. Hehee.
Perjalanan
dilanjut sampai akhirnya aku menemukan sebuah batu besar yang berada di kiri
jalan (kalau dari arah Imogiri). Di tempat tersebut, banyak orang-orang yang
berkumpul dan berfoto-foto ria. Entahlah, apa nama tersebut tapi mungkin keren
kali ya kalau naik ke atas batu besar itu sambil lihat-lihat sekeliling. Sayangnya,
aku hanya lewat.
Tak
lama lagi, bertemulah dengan tempat ini. Tempat yang disebut-sebut mirip dengan
Eropa. Lebih tepatnya hutan pinus. Di tempat ini juga banyak orang yang
bersantai-santai bersama keluarga, teman atau pacar sambil menikmati sejuknya
di sekitaran pohon pinus yang rimbun. Cocok banget untuk yang hobi
jeprat-jepret. Tak perlu merogoh kocek banyak-banyak karena di tempat itu tidak
dipungut biaya. Jadi, sangat disayangkan jika ada tangan-tangan jahil yang
merusak keberadaan hutan tersebut dengan mengotorinya atau mengganggu satwa-satwa
yang ada di dalamnya.
Jalanan
pun masih menanjak dan makin berkelok-kelok sampai pada akhirnya menemukan
sebuah pertigaan. Pertigaan itu menghubungkan Imogiri (jalan yang dilalui),
desa Muntuk, dan kebun buah Mangunan. Katanya sih kebun buah Mangunan itu
tempatnya keren, sayang banget dulu aku pernah hampir kesana tapi nggak jadi :(
Mampir
ke desa Muntuk, mampir ke rumah Pakdhe dan Budhe. Senengnya disini karena berasa
rumah sendiri, sudah dianggap anak sendiri. Tapi nggak senengnya masih sepi,
sunyi, senyap, dan susah mendapatkan sinyal Indos*t disini. Di desa Muntuk juga
ada hutan pinus, tapi di dalamnya ada sawah milik penduduk. Iseng-iseng masuk ke
jalan setapak dan dapat view keren. Wow..
Tempat
keren lainnya di sekitar Dlingo yaitu desa Pandeyan. Pemandangan disana hampir
mirip dengan Bukit Bintang. Kalau sore hari atau malam Minggu, banyak juga yang
nongkrong di batu-batu besar desa wisata Pandeyan. Di sekitarnya juga sudah
berdiri warung-warung makan seperti mie ayam dan bakso. Sudah agak terawat jika
dibandingkan dengan dulu.
Pengen lewatin jalanan ekstrim? Ada.
Dari
desa Terong, Dlingo, atau desa Muntuk, lewatlah ke arah Pleret. Dijamin menegangkan
dan seru jika mempunyai nyali yang keren. Di sisi-sisinya jurang yang entah
berapa kedalamannya dengan jalanan yang menurun tajam. Buat yang berani, yakin
ini seru banget. Masyarakat di sekitar desa tersebut menyebutkan daerah “Cino
Mati”.
Kayaknya
cukup segini dulu obat kerinduan yang bikin makin rindu sama Jogja.
Aku malah belum pernah ke Jogja sama sekali, Mbak. Jurangnya—yang entah berapa kedalamannya—kok enggak difoto sekalian?
BalasHapusNggak sempat foto. Jalannya turunan tajam, sempit. Takutnya kalau berhenti malah ketabrak nanti. Hehee :D
HapusHohoho, dirimu numpang nginepnya di Muntuk toh? Saya beberapa kali lewat sana. Terutama kalau lagi nyepeda ke Mangunan,... lewat Cinomati. :D
BalasHapusPasti lewat Cinomati nya pas turun ya? Gila aja kalau jalan nanjak nyepeda :p
HapusWhat i do not realize is in reality how you're now not actually much more well-favored than you
BalasHapusmay be right now. You are very intelligent. You already know thus
considerably relating to this topic, made me for my part imagine it from so many varied angles.
Its like men and women don't seem to be fascinated until it's
something to accomplish with Lady gaga! Your individual stuffs great.
All the time care for it up!
my webpage web site []