Hari
ini “Marmut Merah Jambu” tayang di televisi. Entah kenapa pengen nulis
reviewnya, padahal dulu waktu habis nonton di bioskop nggak sempat-sempat bikin reviewnya.
Marmut
Merah Jambu adalah sebuah film dari sutradara Raditya Dika. Diadaptasi dari
bukunya dengan judul yang sama. Sebuah film yang mampu mengingatkan pada masa
muda, masa-masa indah di bangku sekolah. Persahabatan, keegoisan, bahkan cinta
pertama. Masa SMA yang identik dengan pencarian jati diri, kenakalan yang masih
bisa dibilang lucu, bandel, tapi gemesin. Merupakan kenangan indah tersendiri
yang akan selalu membekas di hati.
Berawal dari Dika dewasa (Raditya Dika)
yang membawa rangkaian burung bangau kertas ke rumah Ina dan bertemu dengan
Ayah Ina (Tyo Pakusadewo). Kedatangan Dika seolah mengingatkan tragedi ulang
tahun Ina sewaktu SMA. Bekas luka di perutnya memaksa Dika menjelaskan hal yang
sebenarnya terjadi. Disaat itulah Dika mulai mengingat kembali masa-masa SMA
nya. Teka-teki yang belum sempat terjawab selama 11 tahun.
“Yang bukan siapa-siapa, mana bisa
dapat apa-apa?”
Dika remaja (Christoffer Nelwan) dan
Bertus remaja (Julian Liberty) adalah sahabat yang ingin populer di sekolah,
seperti Michael (Axel Matthew Thomas) yang jago basket dan wangi. Jarang ada
yang mengenal mereka berdua, bahkan Kepala Sekolah pun tidak mengenalnya. Muncullah
sejumlah ide yang absurd dan salah satunya adalah membentuk grup detektif.
Kasus pertama adalah misteri hilangnya
bola basket di sekolah. Dari situlah Dika dan Bertus mendapatkan anggota baru
yang pintar, Cindy (Sonya Pandarmawan). Berkat bantuan Cindy juga mereka bisa
mengungkap beberapa kasus sekaligus.
Tiga Sekawan itu pun mendadak populer
dan naik status sosialnya. Dika, Bertus, dan Cindy kini menjadi sahabat dekat.
Tetapi persahabatan itu sempat hancur saat Dika menyukai Ina (Dina Anjani) dan memanfaatkan
grup detektif untuk menjebak Michael atas tuduhan gambar graffiti di sekolah.
Oh ya, kasus paling berat yang diterima
oleh grup detektif adalah ancaman pembunuhan terhadap kepala sekolah. Sebuah gambar
yang berada di dinding sekolah, menurutnya adalah iblis yang tidak suka
terhadap kepala sekolah. Entah bagaimana bisa kepala sekolah menjadi GR
gara-gara gambar tersebut, yang ternyata adalah….
*Tonton filmnya aja deh biar nggak
penasaran :D
Film yang menurutku bagus dari karya
Raditya Dika, jika dibandingkan dengan sebelumnya – Cinta Dalam Kardus. Mengangkat
sisi remaja banget. Karena setiap masa remaja pasti ada konflik tentang cinta
yang egois di dalamnya. Juga persahabatan. Terkadang dalam hidup ini orang
terdekat kedua setelah orang tua adalah sahabat. Sahabat adalah orang yang berkata
menyakitkan untuk kebaikanmu, bukan dia yang selalu membenarkan langkahmu. Sahabat
itu sekecil atau sebesar apapun masalah yang ada, ia akan selalu memaafkan dan
merindukan kehadiran satu sama lain.
“Cinta itu kayak marmut lucu warna merah jambu
yang berlari di sebuah roda seakan dia udah berjalan jauh padahal dia nggak
kemana-mana. Nggak tahu kapan harus berhenti.”
By
the way, suka sama soundtracknya Marmut Merah Jambu dan
Anugerah Terindah yang Pernah Kumiliki :D
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih dan selamat datang kembali :)