Malam hariku masih tentang kamu. Tentang
bagaimana kedatanganmu yang – menurutku – absurd,
tapi aku menyukainya. Tentang bagaimana aku menunggu. Tentang rindu yang
menyerbu dengan tidak sopan. Harapan-harapan yang mulai menumbuhkan kembali
benih-benih masa lalu. Angan-angan semu yang menuntut untuk segera dituntaskan.
Namun, aku tahu aku harus bersabar jika berhadapan denganmu.
Entah sejak kapan aku berani
menunggumu. Ku kira aku akan mundur, melesat secepat kilat setelah hari itu. Ku
kira aku tak sanggup memberikan celah hidupku diisi kembali oleh sekelebat
tentangmu. Aku salah. Perihal datang dan pergi, siapa yang tahu? Bisa saja kamu
datang sesaat, atau mungkin menginginkan selamanya? Aku tak peduli, yang jelas
aku tak pernah menyesali keputusan untuk mengenalmu dan terus mengenalmu.
Meskipun untukku maupun untukmu, masa
lalu nampak amat menyakitkan…
Bagiku, kamu adalah tetes hujan di
musim kemarau. Hanya beberapa menit, tapi menyejukkan. Bagai oase di tengah
gurun pasir. Menyegarkan.
Namun, bagimu, aku hanyalah seiris
kehidupan di antara 24 jam yang kau punya. Hanya seiris, tidak lebih, dan aku
tidak akan memaksamu memberiku potongan yang lebih banyak lagi. Cukup seiris
asal rutin dan kamu selalu mengingatku.
Aku ingin jatuh cinta dengan cara yang
sederhana, bersamamu. Tanpa ada luka.
Aku ingin jatuh cinta dengan cara yang
benar-benar sederhana, denganmu. Tanpa ada jeda di antara kita. Tanpa ada orang
ketiga. Aku janji.
Barangkali, malam-malamku penuh dengan
tanya ‘siapa di antara kita yang paling
rindu?’
Barangkali kamu akan memberi tahuku seberapa
besar rindumu padaku?
Oh, tentu saja tidak mungkin. Aku
berkhayal jika mengharapmu menjawab rindumu padaku. Maaf, aku nyaris lupa jika
tak pernah ada namamu dalam setiap kalimatku. Bahkan dalam kontak handphone, tidak akan kau jumpai nama
aslimu.
Tapi aku yakin, hadirmu selalu terasa,
menggores dengan tinta paling indah di relung hati.
Untuk kamu,
Hubungan macam apa yang sebenarnya – dan
seharusnya – kita jalani?
Semarang, 27 Januari 2015 pukul 20:00
WIB
Dimana aku sedang menunggumu beramah
tamah denganku. Mendengarkan lagu Adera – Melukis Bayangmu, kemudian
mengingatmu…
*Biarkan
aku melukiskan bayangmu
Karna
semua mungkin akan sirna
Bagai rembulan sebelum fajar tiba
Kau slalu ada walau tersimpan
di relung hati terdalam
Uluhuluuuh... Jadi ikut terharu
BalasHapus