Menjelang bulan Ramadhan, di Kota Semarang selalu
diselenggarakan sebuah acara tahunan bernama dugderan. Konon, dugderan sendiri
pertama kali diselenggarakan pada tahun 1881 dan digagas oleh Raden Mas Tumenggung
Arya Purbaningrat, yang saat itu menjabat sebagai Bupati Semarang — untuk
menandai kapan dimulainya tanggal 1 Ramadhan.
Hingga kini, tahun 2017 dugderan masih dilestarikan dan
disesuaikan menurut perkembangan zaman. Mengambil tema "Dugderan Meneguhkan
Tekad Meraih Semarang Hebat" dimaksudkan agar seluruh warga Kota Semarang
menyatukan hati dan meneguhkan tekad untuk bersama-sama membangun Kota Semarang
menuju Semarang Hebat.
Termasuk dalam rangkaian acara dugderan adalah karnaval yang diselenggarakan pada hari Rabu, 24 Mei 2017 dengan rute Simpang Lima - Jl. Pahlawan - Taman Menteri Supeno. Diikuti oleh ribuan peserta dari pelajar TK/RA, SD/MI, dan SMP/MTS se-Kota Semarang. Mereka antusias meramaikan acara dengan mengusung bermacam-macam tema seperti ragam pakaian tradisional, alat musik tradisional, drum band, dan lain-lain. Tentu saja dalam setiap rombongan setidaknya mereka mengarak warak ngendog dan manggar sebagai maskot dalam tradisi dugderan.
Prosesi dugderan tahap kedua diselenggarakan keesokan
harinya pada hari Kamis, 25 Mei 2017. Peserta datang dari pelajar SMA/MA,
universitas di Kota Semarang, pasukan drum band PIP, pasukan Muhammadiyah, NU,
Hotel dan Perusahaan, Organisasi, dan 16 kecamatan se-Kota Semarang.
Turut diarak pula bendi hias serta kereta kencana yang
dinaiki oleh walikota Semarang, Bp. Hendrar Prihadi beserta istri.
Para peserta karnaval berjalan dari Balaikota Semarang menuju
Masjid Kauman Semarang melalui Jl. Pemuda. Beberapa peserta juga mengusung
warak ngendog dalam bermacam-macam ukuran dari yang paling kecil hingga paling
besar.
Dugderan ini termasuk dalam karnaval budaya. Meskipun
digelar sebelum memasuki bulan Ramadhan, perserta karnaval pun tak semuanya
menampilkan kesenian yang berhubungan dengan Islam. Adapun beberapa peserta
yang menampilkan kesenian tradisional seperti reog, kuda lumping, dan ada yang
memainkan kesenian khas Tionghoa seperti barongsai hingga liong.
Antusias warga untuk menonton karnaval sangat tinggi.
Apalagi tanggal 25 Mei 2017 bertepatan dengan Hari Libur Nasional. Mereka memadati
sepanjang Jl. Pemuda untuk menyaksikan jalannya karnaval yang hanya ada satu
tahun sekali itu.
FYI, dari tadi ngobrolin warak ngendog terus, sebenarnya apakah pembaca tahu apa itu warak ngendog?
Warak ngendog adalah hewan imajiner khas Kota Semarang. Konon, ada yang mengatakan bahwa sosok binatang warak merupakan gabungan multi budaya masyarakat Semarang. Kepala warak berbentuk naga melambangkan etnis Tionghoa, lehernya panjang seperti leher unta melambangkan etnis Arab dan badannya merupakan tubuh kambing Jawa yang melambangkan etnis Jawa. Endog / telur (biasanya diletakkan di bawah si warak) merupakan iming-iming bagi anak-anak untuk mau mengerjakan puasa. Karena dahulu telur merupakan makanan 'elite' bagi anak-anak.
Setibanya arak-arakan di perempatan jalan menuju Masjid
Kauman, rombongan Walikota Semarang melanjutkan acara di Masjid Kauman untuk
menerima suhuf halaqoh yang diberikan oleh alim ulama kepada Raden Mas
Tumenggung Arya Purbaningrat — yang diperankan oleh Walikota Semarang Bp.
Hendrar Prihadi — dan dibacakan di depan warga Kota Semarang.
Setelah itu, Walikota Semarang beserta rombongan menuju
Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) untuk menyerahkan suhuf halaqoh yang dibawa
Raden Mas Tumenggung Arya Purbaningrat dari Masjid Kauman kepada Raden Mas
Tumenggung Probohadikusumo — yang diperankan oleh Gubernur Jawa Tengah — untuk
diumumkan kepada seluruh warga Jawa Tengah.
Acara di Masjid Agung Jawa Tengah (MAJT) bisa pembaca
baca di Prosesi Dugderan tahun 2016 karena tahun ini saya tidak mengikuti
hingga selesai. Saya yakin, acara tahun ini sama persis dengan tahun lalu.
Bedanya hanya pada karnaval tahun 2017 ini tidak ada
karnaval mobil hias. Akan tetapi masih menarik untuk disaksikan dan harapannya
semoga dugderan akan terus ada dan dilestarikan hingga nanti.
Saran saya sebagai penonton karnaval dan prosesi
dugderan adalah ketertiban selama pelaksanaan arak-arakan. Ketika satu
rombongan terpaut jauh dengan rombongan lain, jalan raya yang seharusnya ditutup
sementara untuk kendaraan bermotor, langsung dipadati oleh para pengendara
beserta kendaraannya masing-masing. Jalan raya yang seharusnya ramah bagi
pejalan kaki dan penonton yang memadati bahu jalan, mereka seperti tersingkir
oleh banyaknya kendaraan yang lewat. Bahkan peserta karnaval yang berjalan kaki
harus berdesakan dengan kendaraan bermotor, jadinya para peserta tidak maksimal
menampilkan kebolehannya. Alih-alih menikmati karnaval hingga selesai supaya
bisa jadi blogpost *teteeeep*, saya malah kesel sendiri gara-gara kesemrawutan
jalannya karnaval.
Harapannya semoga kegiatan-kegiatan serupa yang akan
datang (bukan cuma dugderan) bisa lebih tertib dari sebelum-sebelumnya. Biar
apa? Biar event tersebut tak cuma jadi event Kota Semarang saja,
melainkan menjadi agenda wisata Nasional bahkan Internasional. Bangga kan kalau
kota kita tercinta ini banyak didatangi oleh wisatawan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih dan selamat datang kembali :)