Pantai merupakan salah satu tempat yang
tepat untuk mengusir penat. Tak hanya itu, semilir angin pantai selalu
menyiratkan kesejukan tersendiri bagi pengunjungnya. Riuhnya ombak memecah
keheningan. Birunya lautan memikat siapa saja yang menikmatinya. Tak luput
pula, pasir putihnya yang setia meski terinjak dan diterjang air laut.
…Dan aku tetap menjadi pantai. Hanya
bedanya aku sedang berusaha menunggu lautku. Entah kau, entah yg lain, entah
siapa…
Empat hari setelah Hari Raya Idul Fitri – tepatnya
tanggal 10 Juli 2016 – mumpung masih di Jogja, aku merencanakan untuk jalan-jalan
ke pantai sebelum akhirnya pulang ke Semarang. Niatku ini disambut baik oleh
kedua orang temanku, Atik dan Tius yang juga sedang berkunjung ke Jogja. Kami
memutuskan untuk mengunjungi salah satu pantai di Gunung Kidul.
Pukul 09.00 kami janjian untuk bertemu di
rumah saudara yang aku tumpangi. Ngaret itu nggak pernah bisa hilang dari
kebiasaan, nyatanya pukul 10.00 kami baru akan memulai perjalanan dari rumah
saudaraku di daerah Dlingo, Bantul. Butuh waktu satu jam lebih sedikit untuk
sampai di kawasan pantai dengan mengendarai 2 sepeda motor. Aku berboncengan
dengan Atik di belakang dan keponakanku yang berumur 10 tahun di depan. Gilaaa,
motor matic-ku semoga nggak kapok, wkwk. Sementara Tius menaiki motornya
sendiri.
Untuk memasuki kawasan pantai, kami diminta
untuk membayar tiket masuk sebesar Rp 10.000,- per orang. Pantai Drini menjadi
tujuan pertama (dan akhirnya menjadi tujuan satu-satunya) hari ini. Aku yang
mengusulkannya pada mereka. Kenapa? Pertama, karena sebelumnya belum pernah ke
sana dan tergiur Puncak Kosakora-nya. Kedua, karena mantanku pernah ke sana,
dan dia bilang bagus. Yang ketiga, karena dia pernah janji mau ngajakin ke sana
tapi… ah sudahlah, aku juga bisa ke sana sendiri tanpa dia. Hahaa :D
Matahari bersinar sangat terik ketika kami
sampai di Pantai Drini. Sepertinya ombak di pantai selatan juga masih besar. Di
bibir pantai, terdapat beberapa warung makan dilengkapi dengan tempat duduk
dari kayu yang diberi payung. Ada juga puluhan kapal nelayan yang tertambat di
atas pasir pantai.
Beberapa pengunjung memilih tempat yang
teduh. Kami pun menaiki sebuah bukit dengan membayar Rp 2.000,- per orang. Cukup
mudah untuk mencapai puncak bukit tersebut, karena pengelola membuatkan tangga
dari bambu dan kayu.
Pantai Drini dan bukitnya |
Setelah sampai di puncak, aku baru tahu
kalau nama bukit ini adalah Bukit Adrika. Seperti nama orang ya? Suasana di
atas bukit cukup ramai, maksudnya banyak orang yang naik ke bukit ini sekedar berfoto-foto
atau istirahat sejenak di gazebo-gazebo yang telah disediakan. Angin bertiup
sangat kencang sampai mau foto aja susah, rambut terbang kemana-mana susah
diatur.
Ternyata oh ternyata, bukit ini memisahkan
Pantai Drini dengan Pantai Watu Kodok yang lumayan sepi. Beberapa warung
didirikan di atas Bukit Adrika, hal itu pula yang menyebabkan kami tak bisa
menahan nafsu untuk tidak menikmati segarnya es kelapa muda. Kami memilih
sebuah tempat duduk yang menghadap ke Pantai Watu Kodok.
Pantai Watu Kodok |
Puas beristirahat, kami berencana untuk
melanjutkan ke pantai berikutnya. Maka dipilihlah Pantai Pok Tunggal sebagai
tujuan selanjutnya. Dari Pantai Drini kami harus memacu kendaraan ke arah timur.
Sayangnya, nasib tidak mengijinkan kami
untuk mengunjungi Pantai Pok Tunggal. Di tikungan jalan dekat dengan Pantai
Krakal, tiba-tiba motor oleng dan jatuh. Sepertinya ban motor masuk ke jalan yang
berlubang dan aku kesusahan kontrol stangnya. Kecelakaan pun tak bisa dihindari
lagi. Aku dan Atik terlempar dari motor. Atik keseleo di tangan kiri (waktu itu
katanya susah buat gerak), aku luka di kedua tangan, lutut, dan kaki kiri.
Sementara keponakanku nasibnya lebih tragis karena nggak pakai helm, kepalanya
bocor dan harus dijahit. (waktu nulis ini rasanya masih kebayang-bayang).
Aku yang nggak paham sama sekali daerah Gunung
Kidul, minta tolong mas-mas yang jaga tikungan untuk diantar ke Puskesmas
terdekat. Sayangnya puskesmas yang katanya paling dekat aja jarak tempuhnya
sangat jauuuuuh sekali. Dari puskesmas masih dirujuk ke RSUD Wonosari. Nggak
mau ambil resiko lebih banyak, aku minta tolong ambulance untuk mengantarkan ke rumah sakit. Huft, baru pertama
kali ini naik mobil ambulance dan ngerasain
suasana UGD. Jangan lagi-lagi deh, kapok!
Alhamdulillah dibantu mas-mas yang jaga di
tikungan dekat Pantai Krakal. Terima kasih banyak mas. Aku nggak sempet kenal
dan ngobrol banyak sama masnya, karena pas udah sampai di rumah sakit, aku
langsung masuk UGD buat nemenin keponakan sekaligus mengobati lukaku sendiri. Semoga
masnya diberi berkah oleh Allah. Amiiin.
Dan aku baru bisa lega ketika sampai di rumah,
orang tua keponakanku alias om dan bulik nggak mempermasalahkan lebih lanjut. Aku
minta maaf dan beliau cuma bilang nggak apa-apa. Alhamdulillah banget. Besok-besok
biar bisa jadi pelajaran kalau naik kendaraan harus sangat hati-hati. Dan harapan
terbesarku adalah semoga nggak trauma dengan kejadian ini :’)
Masih heran kenapa dua-duanya spion bisa lepas :D |
Waduh mbak, turut berduka cita, semoga cepet sembuh, nggak kapok ke Gunungkidul lagi, dan lancar jodoh (eh)
BalasHapusWalah mbak, pertama tak kira curhat ew.
BalasHapusEw, bagian terakhirnya kok tragis gitu,,,, Ya cukup serius juga mbak lukanya bisa sampai bocor gitu kepala keponakannya sampean,,,, semoga cepat sembuh ya, ew ini kan udah sebulan yang lalu dan semoga sekarang udah sembuh, Amien
Semoga lekas sembuh ya mbak :-)
BalasHapuslain kali ati-ati, tapi jangan sampai kapok ya ?? :D