Beberapa hari yang
lalu, saya sempat menyinggung “Dugderan” di posting Pasar Rakyat Dugderan 2016.
Dugderan adalah sebuah acara tahunan (khususnya Kota Semarang) untuk
memperingati datangnya bulan Ramadhan. Selain ada pasar malam, yang paling
utama dari event ini adalah Kirab
Budaya Dugder. Diselenggarakan pada tanggal 4 Juni 2016 start di Balaikota Semarang.
Kirab Budaya Dugder diikuti
oleh berbagai unsur masyarakat. Sebelum memulai parade, dilakukan upacara
pembukaan terlebih dahulu di halaman Balaikota Semarang. Saya hanya menyaksikan
dari luar gerbang karena tidak diperbolehkan masuk lantaran untuk
mengantisipasi ketertiban dan kelancaran selama upacara berlangsung. Uniknya di
sini adalah upacara menggunakan pengantar bahasa jawa halus.
Dibuka dengan tari Gambang
Semarang yang dibawakan oleh puluhan penari laki-laki dan perempuan. Dilanjutkan
oleh sambutan dari Walikota Semarang, Bp. Hendrar Prihadi S.E., M.M. yang berperan
sebagai Raden Mas Tumenggung Aryo Purboningrat. (FYI, Raden Mas Tumenggung Aryo
Purboningrat adalah Bupati Semarang yang menggagas dugderan pertama kali pada
tahun 1881)
Tiba saatnya
arak-arakan pun dimulai sekitar pukul 13.45. Masyarakat sangat antusias menonton
Kirab Budaya Dugder yang kerap kali mereka sebut ‘warak ngendog’. Penonton mengular
mulai dari depan Balaikota Semarang.
Barisan pertama adalah
Drumband Genderang Suling Lokananta Akademi Militer. Dilanjutkan dengan pasukan
merah putih dari kelompok pelajar, serta pawai warak ngendog lengkap dengan
kembang mayang / manggar.
Beberapa peserta banyak
yang menampilkan drumband. Seperti SM4RT Marching Band SMP Muhammadiyah 4
Semarang Barat. Adapun atraksi dari adik-adik mengendarai sepeda roda satu.
Tak hanya diikuti
oleh peserta dari umat Islam, contohnya perwakilan dari Kecamatan Candisari bekerja
sama dengan Yayasan Panti Asuhan Katolik. Serta tak ketinggalan pula penampilan
atraksi barongsai.
Disusul dengan
pasukan berkuda sejumlah 6 orang yang mengawal dua buah kereta kencana yang dinaiki
oleh Walikota Semarang dan Wakil Walikota Semarang. Selanjutnya ada bendi hias
yang dinaiki oleh pejabat-pejabat dan pemenang Denok – Kenang Kota Semarang. Ditutup
oleh pawai mobil hias yang sebagian besar mengusung ‘warak ngendog’. Pawai akan
berakhir di Masjid Agung Semarang / Masjid Kauman.
Karena saya nggak ikut
nonton pawai sampai Masjid Kauman, saya skip
di sini ya ceritanya :D
Setelah menyelesaikan
prosesi kirab di Masjid Kauman Semarang, Walikota Semarang beserta rombongan melanjutkan
pawai menuju Masjid Agung Jawa Tengah. Kali ini menggunakan bus.
Sekitar pukul 16.15
rombongan datang dengan diiringi musik dari marching band. Terlihat walikota
dan wakil walikota ramah menjabat tangan masyarakat yang hadir menyaksikan
prosesi kirab budaya dugder di Masjid Agung Jawa Tengah.
Rombongan walikota
dan pejabat masuk ke dalam area masjid untuk melanjutkan acara, sementara pengiringnya
tetap berada di luar masjid. Pengiring di sini adalah 4 orang laki-laki dewasa
yang memanggul warak ngendog ukuran lumayan besar, beberapa perempuan yang
membawa warak ngendog ukuran kecil, kipas, rebana, serta para laki-laki yang
membawa kentongan.
Setelah prosesi di
dalam masjid selesai, tiba saatnya acara penutupan yaitu dengan menabuh bedug (yang
suaranya: dug.. dug.. dug..) dan menyalakan bom udara (der.. der.. der..). Dari
perpaduan bunyi dug dan der itulah yang kemudian menjadi tradisi tahunan yang
diberi nama “dugderan”.
Yeay, ke Masjid Agung Semarang juga ternyata. Duh duh duh,,, jadi keinget masjid agung mbak,,, Pingin wisata religi lagi kesitu,,,, sekalian ngerasain lumpianya,,,, hehehe
BalasHapus