Untuk
kamu,
seseorang
yang belum bisa kusebut namanya,
Cinta
itu asin ya? Aku merasakannya, aku mencicipinya malam ini, aku… Argh, entahlah
seperti menyesap air garam yang harus kutelan mentah-mentah.
Bukan,
bukan air garam beneran, ini hanya air mata. Lelehannya seolah meruntuhkan
kekesalan besar yang ada di hati. Setiap tetesannya seolah penyegar disaat
kekeringan dalam benak dada.
Cinta?
Sedini inikah kubilang cinta padamu? Seharusnya tidak. Percaya atau tidak, itu
hak kamu.
Tapi,
egoiskah aku jika aku ingin mendapatkan jawabanmu? Aku hanya ingin jawaban yang
pasti, bukan keadaan yang menggantung seperti ini. Perih.
Kau
bilang, kau ragu untuk semua ini, tapi apakah kau memberiku kesempatan untuk
memperbaikinya? Tidak. Apa kamu tidak menginginkanku (lagi)? Katanya masih ada 'rasa' itu? Seharusnya kamu
jujur saja. Daripada memberikan harapan yang seolah nyata namun hampa?
Untuk
kamu,
seseorang
yang masih belum bisa kusebutkan namanya,
Mungkin
terlalu GR jika kusebut kamu dengan istilah ‘istimewa’
setidaknya untuk saat ini. Aku tak pernah tahu apa yang kamu mau dan kamu
inginkan (karena aku bukan Tuhan yang Maha Mengetahui) aku tak pernah bisa
menembus jauh dalam lubuk hatimu, karena kamu sangat-sangat tertutup, terkunci, rapat.
Ah
ya, seharusnya aku realistis sama keadaan yang ada di kamu. Seseorang yang baru
saja mengutarakan perasaannya kepada perempuan lain. Harusnya aku mundur tanpa
membiarkan langkahku maju sejengkal pun, tapi aku terlalu penakut, aku terlalu takut kehilanganmu.
Klasik memang, tanpa aku sadar kalau sebenarnya kamu memang sudah pergi,
meninggalkanku bersama semua kenangan.
Ini
yang pertama kalinya setelah beberapa bulan terakhir aku tak membasahi mata serta wajahku
dengan air mata. Ya, ini air mata pertama tahun ini yang sepertinya mendesak
begitu saja ingin keluar dari persembunyiannya.
Sepaket
air mata, tulus, doa, dan sedikit perih.
Dedikasi
untuk kamu, lagi-lagi untuk kamu. Seseorang yang tak bisa ku eja namanya dalam
sebuah kata, tapi selalu kuteriakkan dengan lantang dalam hati.
Aku
nggak tau sejak kapan rasa ini muncul dan hinggap di benakku. Aku pernah menikmati
bahagia bersamamu, aku pernah memilikimu, ya kita memang pernah saling
memiliki.
Oh
ya, ini bukan surat cinta lho, bukan. Ini hanya sekedar penggalauanku di malam ini saja. Jangan baca di label postingan ini, Jangan!!
Back to the topic. Jadi
gimana? Tidakkah kau ingin segera mengakhiri kegundahan hatiku?
Silakan
jawab “ya” lalu kita sama-sama menemukan kebahagiaan yang pernah tertunda,
atau
silakan jawab “tidak” untuk menghengkangkanku dari pandanganmu, membiarkan harimu
tenang tanpa aku yang mengusikmu.
Tolonglah,
aku tidak ingin menunggu lama. Tapi, aku juga sepertinya tak pantas
membicarakan hal-hal semacam ini yang seolah tidak ada artinya untukmu.
“Jika
membuka kembali hati kepada seseorang adalah sebuah kesalahan, mungkin apa yang
sedang kulakukan saat ini adalah kesalahan terbesar. Namun, aku tak tahu apakah
aku punya kesempatan untuk membatalkan perasaanku agar tidak terlalu liar
melangkah atau malah sebaliknya, aku terlalu berani mengambil resiko besar. Entahlah.”
NB:
·
Terima kasih untuk secarik kertas dan
pulpen tempatku mengadu tanpa gaduh, menemaniku menulis kegundahan malam ini,
kamu memang sungguh sahabat terdekatku.
·
Terima kasih untuk kipas angin yang
dengan cepatnya mengeringkan air mata yang meluncur melalui pipi, kalau saja
kamu bahu pasti tak menunggu lama akan kupeluk.
·
Terima kasih untuk whatsapp beserta percakapan hangat bersama sahabat.
·
Terima kasih untuk setetes darah dari
hidung yang membuatku benar-benar berhenti menangis, menyadarkanku bahwa ada
yang lebih perlu dikhawatirkan selain memikirkanmu, ada hal yang perlu
diperhatikan lebih seksama selain rasa ini untukmu.
·
Dan terima kasih untuk kamu,
pengabaian yang cukup menyakitkan ini menjadikanku pelajaran untuk tak
menyakitimu (lagi).
temanku pernah berbicara padaku..
BalasHapusjika ada seorang yang kau cintai,,dan dia tidak menggubris percayalah segera tinggalkan dia
Terima kasih sudah mengingatkan :)
Hapus