Bahagia
itu seperti meneguk air es di kala terik panas matahari menyengat kulit.
Seperti merasakan kehangatan cokelat panas yang mengalir melalui tenggorokan
saat hujan deras mengguyur. Sederhana.
Tetapi,
bahagia kadang tak sesederhana yang kita kira sebelumnya. Misalnya, merelakan
kekasih yang pergi meninggalkan kita entah kemana, meski dengan alasan demi
kebahagiaannya, rasanya ‘bahagia’ cuma sebagai kedok. Bukankah bahagia itu
ketika kita saling berbagi rasa, baik suka ataupun duka? Bukankah bahagia itu
tidak saling meninggalkan satu sama lain?
Tetapi,
bahagia kadang juga tak semudah membalikkan telapak tangan. Tak mudah seperti mengubah
sebuah kesalahan menjadi seolah tak pernah terjadi apa-apa. Seperti analogi
paku yang ditancapkan pada kayu, walaupun paku tersebut sudah dicabut tetapi
masih ada sisa goresan bahkan lubang yang membekas pada kayu. Sama halnya dengan
hati, karena meskipun sakit hati telah termaafkan, tetapi bisa saja masih
membekas.
Bahagia
itu nggak ada patokannya. Mengalir terus menerus seperti air di sungai pada
musim hujan. Ada kalanya air itu bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari,
mencuci misalnya. Ada kalanya juga merusak pemukiman dengan banjir bandang. Toh
itu juga akibat ulah manusia yang tidak menyadari betapa pentingnya
keseimbangan alam.
Begitu
juga dengan bahagia, terkadang seseorang begitu terlena dengan kebahagiaannya
sehingga melupakan apa yang harus dicapai untuk lebih baik lagi di kemudian
hari.
Mari
kita jadikan kebahagiaan yang telah diraih dengan mensyukuri segala hal tentang
hidup. Tentang cinta yang hakiki, cinta kepada Allah dan Rosulnya serta kepada
orang tua. Juga tentang cinta hanya sekedar mampir, hanya sementara.
Sekali
lagi, bahagia itu sederhana. Kita hanya tak boleh lengah dan selalu bersyukur
atasnya.
selalu bersyukur dan berbagi. supaya kita dapat merasakan indahnya kebahagiaan.
BalasHapuskeren artikelnya
kalau ada waktu main ke blogku juga ya
Karena bahagia itu terkadang hanya satu dimensi sehingga kita mudah terlena lalu melupakan dimensi yang lain
BalasHapusSalam blog walking! :)
Neni Safitri, sebuah nama yang indah dan bagus..
BalasHapusAku setuju sekali, bila kebahgiaan dianalogikan seperti air. Mengalir tanpa henti dan bermanfaat, namun kadang merusak seperti banjir.
Keren nih.. nice post Neni...salam kenal ..