Bulan lalu, tepatnya 29 September 2016, satu
hari setelah HUT ke-71 PT. KAI, saya berkesempatan untuk berkunjung ke
Surabaya. Seneng banget! Gimana nggak? Ini adalah perjalanan perdana saya ke
Jawa Timur, apalagi pakai moda transportasi kereta api dengan harga promo. Semarang
– Surabaya PP dapat harga sekali jalan Rp 28.000,- gimana nggak bahagia? Terima
kasih PT. KAI. Banyak-banyakin promo yaa :D
Dengan KA Harina kelas bisnis, saya tiba di Stasiun
Surabaya Pasar Turi tepat waktu. Selanjutnya yaitu jalan kaki sampai Monumen
Tugu Pahlawan. Selama jalan kaki, di Jalan Bubutan saya menemui Gedung Nasional
Indonesia (GNI). Gedung ini dibangun atas inisiatif dr. Soetomo sebagai pusat
pergerakan pemuda-pemudi Indonesia dibawah pimpinan dr. Soetomo. Oleh karena itu,
dibangunlah patung dr. Soetomo yang diresmikan pada tanggal 31 Mei 1980 di
depan Gedung Nasional Indonesia.
Setelah melanjutkan jalan kaki hingga Jl.
Tembaan, saya dibuat bingung oleh jalan raya di Surabaya. Yakin, ini pertama
kalinya saya nemu jalan raya yang ajaib. Kenapa? Sini coba saya jelasin. Jadi di
Jalan Tembaan (seberang jalan persis depan Monumen Tugu Pahlawan) ada 3 lajur
untuk kendaraan. Satu lajur ke arah barat, lajur tengah kea rah timur, nah satu
lajur yang dekat Monumen Tugu Pahlawan ini ke arah barat juga! Kalian coba lihat
sendiri deh di Surabaya. Mungkin bagi warga Surabaya mereka sudah biasa, tapi
bagi saya ini aneh.
Oke, sudah cukup mempermasalahkan jalan raya
yang ajaib. Dan saya bersyukur karena nggak jadi sewa sepeda motor di Surabaya.
Bisa-bisa sehari kena tilang berkali-kali, hahaa :D
Tujuan pertama di Surabaya adalah Monumen
Tugu Pahlawan, lah!
Tugu Pahlawan merupakan salah satu ikon
Surabaya sebagai Kota Pahlawan. Pintu masuk berada di sebelah selatan, yang
dinamakan gerbang bentar. Setelah memasuki pintu gerbang, di area parkir
kendaraan bermotor ada beberapa relief yang tergambar di dinding.
Jadi, di Monumen Tugu Pahlawan ini tak hanya
berdiri sebuah tugu saja melainkan sebuah kawasan berbentuk persegi panjang. Memasuki
pelataran, pengunjung akan menemukan patung tokoh proklamator bangsa Indonesia,
Soekarno – Hatta. Pada belakang patung ini terdapat barisan tiang seperti
pilar-pilar yang disebut kolonade.
Sebelum sampai di Monumen Tugu Pahlawan yang
ada di tengah-tengah, terdapat hamparan rumput hijau. Biasanya digunakan
menjadi lapangan upacara.
Monumen Tugu Pahlawan didirikan pada tanggal
10 November 1951 dan diresmikan setahun kemudian pada 10 November 1952 oleh presiden
pertama RI, Ir. Soekarno. Tugu ini tingginya 41,15 meter yang berbentuk seperti
lingga atau paku terbalik, dengan diameter atasnya 1,3 meter dan diameter
bawahnya 3,1 meter.
Di sisi barat tugu, terdapat Memorabilia
Monumen Tugu Pahlawan yang menjelaskan bahwa monumen ini dibangun sebagai bentuk
penghormatan dan pengingat terhadap keberanian luar biasa dan pengorbanan jiwa
arek-arek Suroboyo dalam pertempuran heroik 10 November 1945.
Di dekat pintu barat, akan dijumpai sebuah
batu prasasti yang tertulis…
“Padamu
generasi,
Tanpa
pertempuran Surabaya, sejarah bangsa dan negara Indonesia akan menjadi lain”
Di belakang tugu atau di sebelah utara tugu,
terdapat makam pahlawan tak dikenal. Dan di belakangnya lagi adalah Museum
Sepuluh Nopember, yang bentuknya seperti limas. Saya pun tak melewatkannya
begitu saja. Dengan membayar biaya masuk museum sebesar Rp 5.000,- saya pun
melihat-lihat koleksi museum yang diresmikan pada tanggal 19 februari 2000 oleh
presiden ke-4 RI, KH. Abdurrahman Wahid.
Memasuki gedung museum, pengunjung langsung
disuguhkan dengan jalan memutar. Mengingatkan saya ketika bekunjung ke Museum Sandi
Yogyakarta.
Kesan pertama memasuki Museum Sepuluh
Nopember setelah turun dari eskalator adalah… ”lah, mana museumnya? Kok ketemunya lorong begini?”
Di sekitar lorong ini terdapat foto-foto
pada saat proses pembangunan Monumen Tugu Pahlawan, seperti peletakan batu
pertama oleh Ir. Soekarno tanda dimulainya pembangunan.
Adapun perpustakaan di sini. Aslinya sih
pengen masuk ke perpustakaan, ada tulisan open yang artinya perpustakaan
tersebut buka. Tapi kok depan pintu persis ditutup beginian ya? Batal deh masuk
perpustakaan…
Jalan lagi, lalu saya nemu sebuah ruangan
dengan dua buah daun pintu yang ternyata…
“Oh,
ini toh museumnya…”. Museum Sepuluh Nopember ada di bawah tanah, di
bangunan bentuk limas yang tengah.
Untuk memasuki museum, ada tata tertib yang
harus dipatuhi oleh pengunjung:
Memasuki bangunan museum, di sebelah kiri pintu
masuk terdapat sebuah meja kecil seperti resepsionis tapi tulisannya tour guide. Ada beberapa orang laki-laki
dan perempuan di balik meja tersebut. Saya pikir mereka akan menawarkan jasa
untuk menjadi pemandu di museum, ternyata tidak. Mereka hanya duduk-duduk saja.
Sangat disayangkan, kenapa harus ada tulisan tour guide segala?
Museum Sepuluh Nopember memiliki 2 lantai,
lantai dasar dan lantai atas.
Di lantai dasar bagian tengah ruangan
terdapat gugus patung gugur bunga yang menggambarkan perjuangan pahlawan pada
saat pertempuran 10 November terjadi.
Koleksi yang paling terlihat menonjol ada di
sebelah kanan pintu masuk, yaitu sosiodrama pidato Bung Tomo. Sebuah patung
peraga yang menggambarkan suasana Arek-arek Suroboyo saat mendengarkan isi
pidato Bung Tomo dari siaran langsung Radio Republik Indonesia (RRI) Surabaya. Bung
Tomo menyemangati para pemuda untuk ikut berjuang dan memberikan jiwa raganya
untuk Indonesia. Ia dengan lantang membakar semangat pejuang untuk bertempur
habis-habisan melawan pasukan Sekutu.
Siapa sih yang nggak kenal senjata
tradisional yang satu ini? Bambu runcing digunakan oleh Arek-Arek Suroboyo
dalam melawan tentara Sekutu pada pertempuran 10 November 1945. Senjata ini
biasanya dibuat dari bambu “Apus” atau “Ori” yang dipangkas meruncing pada
salah satu ujungnya. Konon menurut beberapa cerita, bambu runcing tersebut
diberi mantra agar memiliki kekuatan.
Cuma replika |
Di lantai dasar ada juga ruangan diorama
elektronik dan auditorium visual. Ada jadwal pemutaran film di jam-jam
tertentu. Tentu saja tentang film perjuangan Arek-Arek Suroboyo.
Ruang koleksi di lantai dasar tak begitu
luas. Di sekeliling bangunan diberi kaca-kaca besar, mungkin untuk memberi
kesan luas pada bangunan. Saat saya sedang berkunjung pada 29 September 2016,
sedang ada perbaikan atap di depan salah satu koleksi museum.
Naik ke lantai atas, semakin terasa aroma
perjuangan.
Terdapat banyak koleksi senjata yang
merupakan rampasan dari tentara Sekutu.
Koleksi pribadi Bung Tomo, seperti radio, catatan
harian, gelas, dan bendera organisasi perjuangan.
Selain itu juga ada beberapa koleksi laskar
rakyat seperti senjata-senjata yang pernah dipakai untuk bertempur, helm
tentara dua lapis yang pernah menyelamatkan seorang pejuang karena menangkal dua
peluru yang menembus helm itu, handycam dan tustel kuno dengan bahan besi, dan
lain-lain.
Di lantai atas ini juga terdapat ruang
diorama statis I dan II. Tapi saya nggak masuk ke dalam ruangan tersebut karena
sangat gelap dan hanya sendirian di sana.
Masih banyak koleksi-koleksi yang sengaja tidak
saya sebutkan di sini. Lebih baik berkunjung sendiri ke Museum Sepuluh Nopember
untuk lebih jelasnya :D
Keluar dari bangunan museum, masih di
seputar Monumen Tugu Pahlawan, saya menemukan beberapa senjata untuk berperang
seperti meriam, mortir, dan tank. Mobil Bung Tomo pun menjadi pajangan di sisi
barat tugu.
Di sekeliling Monumen Tugu Pahlawan terasa
rindang dengan beraneka macam tumbuh-tumbuhan. Ada pun 6 buah patung pahlawan yang
tersebar di area semacam taman. Cocok untuk beristirahat melepas lelah di siang
hari. Tapi hari sudah mulai siang, mendung pun menyapa, saya memutuskan untuk
melanjutkan perjalanan jalan-jalan keliling Surabaya.
“Pahlawan sedjati tidak minta dipudji djasanya. Bunga mawar
tidak mempropagandakan harumnya, tetapi harumnya dengan sendiri semerbak kekanan-kiri.
Tetapi:
Hanya bangsa jang tahu
menghargai pahlawan-pahlawannya, dapat mendjadi
bangsa jang besar.
Karena itu, hargailah pahlawan-pahlawan kita!”
– kutipan Bung Karno, Djokjakarta, 10 Nop
‘49
Perlu dikunjungi neh... kalo ke Surabaya. Hal lain yang saya suka dari Surabaya adalah taman-taman kotanya yang asri, juga kulinernya, apalagi lontong balap.
BalasHapusSaya malah belum sempat kulineran. Semoga ada kesempatan ke Surabaya lagi :)
Hapussaya kepingin juga ni jalan - jalan ke surabaya
BalasHapuswaw...review tugu pahlawan surabayanya bikin kesengsempengen mampir deh ke sana, apalagi kita juga mengenal bahwa surabaya adalah kota pahlawan tentu banyak yang dapat kita gali dari sana dong ah.....kesonoh ah
BalasHapus